Di media cetak, redaksi hanya bisa berasumsi stok kosakata pembaca. Di media daring berbeda.
↻ Lama baca 2 menit ↬

Kata signifikan dalam judul berita koran Kompas

Signifikan. Sebagai unsur judul, istilah itu bagi saya kualitatif. Tak beda dari “tumbuh pesat” dan “rugi besar” karena masih membutuhkan penjelasan. Dalam kasus Kompas hari ini (Sabtu, 2/7/2022), letak berita yang bukan di kaveling warta utama halaman, atau headline, tak memungkinkan pencantuman info atau ringkasan sebelum tubuh berita. Padahal intro di media cetak biasanya dipakai untuk menyebutkan argumentasi kuantitatif, misalnya untuk “signifikan” tadi.

Untuk media berita daring, juga blog, soal excerpt ini tak masalah. Tinggal sebutkan alasan kenapa bilang “signifikan” dalam judul.

Terbukti dalam versi berita digital yang bukan e-paper, judul berita Kompas menyertakan alasan kuantitatif: “naik 620 persen dalam kurun waktu kurang dari satu bulan“.

Tular-menular

Bahasa yang hidup selalu memperkaya diri. Namun saya tak tahu sejak kapan kata “signifikan” (kata sifat) digemari dalam percakapan, sedangkan “signifikansi” (kata benda) dalam kesan saya kurang laku.

Kata signifikan dalam judul berita di Tempo dan Kompas.id

Saya menduga, jadi bisa saja sangat salah, istilah “signifikan” dipelopori kalangan akademisi dan pengamat saat menulis artikel dan diwawancarai media karena istilah tersebut memang lazim dalam dunia mereka, apalagi dalam bahasa Inggris (significant).

Signifikan dalam judul Waspada dan Tribunnews

Secara acak saya cari judul ber-“signifikan” pada beberapa media daring. Ternyata banyak. Artinya kata ini laku, sudah lumrah.

Media ber-“signifikan” pertama yang cari adalah Poskota Online. Butuh waktu banyak jika saya mencari “signifikan” di versi e-paper. Kenapa saya mencari di Poskota?

Kata signifikan dalam judul berita di Poskota

Saya masih memakai bingkai lama, Poskota era cetak, sebelum Reformasi. Bukan berpijak data, hanya kesan, dulu saya menganggap koran Poskota, dan juga Harian Terbit, menjauhi istilah genit yang sok terpelajar. Maklum pembacanya berbeda dari Kompas, Suara Pembaruan, Bisnis Indonesia, Kontan, dan Neraca. Saat itu Koran Tempo belum ada.

Seingat saya, sekali lagi bisa meleset, Poskota baru menggunakan “klarifikasi” dan “verifikasi” dalam judul pada akhir 1990-an. Saya menduga ini bertaut dengan ucapan narasumber, terutama pejabat. Perlu riset arsip untuk memastikan hal tersebut. Misalnya dari ucapan Jenderal Wiranto.

Kata yang dihindari

Lalu apa masalah kata “signifikan?” Tidak ada. Saya hanya membatin apakah umumnya redaksi media berita daring punya daftar kata yang harus dihindari.

Dahulu, jika media menyasar kelas B dan C, biasanya redaksi menjauhi kata yang kurang diakrabi pembaca. Saya andaikan, kata “tepermanai” takkan dipakai kecuali dalam artikel opini dan kutipan langsung dari narasumber.

Saya pernah ikut menyiapkan sebuah koran kota. Ketika dummy pertama selesai, juragan yang bisa mencerna Le Monde dan Paris Match tanpa pusing tak puas karena bahasa redaksi kurang “moskota”. Dia benar. Saya dan teman-teman kurang bersetia terhadap calon pembaca sasaran.

Tetapi, sekali lagi lagi, bahasa yang hidup selalu memperkaya diri. Bahasa jurnalistik juga. Dalam pengayaan itu ada juga pemungutan kosakata lama, yang jarang dipakai. Maka kini biasa saja jika media menggunakan kata “sengkarut”, “kelindan”, dan “semenjana”.

Lalu apakah umumnya media berita daring menganggap pembacanya sama dengan media lain termasuk media pesaing?

Di media daring, karena semua hasil terukur, sehingga jika ada berita dengan kata sulit tetap dibaca berarti tak bermasalah. Apalagi jika tak ada yang menanyakan suatu istilah di Twitter. Di media cetak beda.

Pernah sih, abad lalu, ketika kata “diva” belum lumrah, ada pembaca menelepon saya apa arti kata tersebut dalam tulisan tentang Montserrat Caballé, soprano Spanyol yang berduet dengan Freddie Mercury.

Oh, semenjana!

Sengkarut kegenitan bahasa jurnalistik Kompas dan Tempo

Media dan bahasa yang ramah pembaca

Kapan Anda terakhir kali mendengar “walakin”?

Walakin samar warita itu…

2 thoughts on “Signifikan itu yang gimana sih?

    1. Wajar itu. Namanya juga saling tular dalam berbahasa. Ada dalam setiap masa. 🙏😇

      Tentang “berhasil ditangkap”, hari ini masih ada berita yang menggunakan itu. Saya menduga karena polisi menggunakan istilah itu. Misalnya itu dari kutipan langsung, editor langsung comot saja. Mungkin karena terlalu banyak naskah yang harus dia tangani. 🙏

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *