Mengapa KBBI menyebut "muslim" dengan "m" kecil? Padahal kamus bahasa Inggris dan lainnya menulis dengan "M" kapital.
↻ Lama baca 2 menit ↬

Pengingat salat di warung gado-gado Mpo Ida, Pondokmelati, Kobek

Syolat sik, LĂŠ,” kata saya kepada satu dua sejawat muda di Langsat dulu. Tidak kepada setiap orang saya mengingatkan salat saat penanda bersipongang.

Berdoa dan tidak berdoa itu urusan privat. Begitu pun beragama dan tak beragama. Namun terhadap sejawat muda tertentu yang saya kenal baik, begitu pun sebaliknya, saya bisa lancang, dan saya selalu siap dengan sambutan gurauan orang lain, “Tuh sampe diingetin orang kafir.”

Cuma disebut kafir tak apa; bukan keparat, padahal artinya sama. Artinya makna kata keparat itu merupakan contradictio in terminis: umpatan oleh orang beriman. Lha beriman kok misuh.

Untunglah gurauan keparat tak muncul saat saya masih kuliah sering menyediakan kamar saya untuk salat teman, pun ruang dalam rumah saya setelah dewasa. Di rumah saya ada sajadah, pemberian kawan, seorang hajjah, saat dia tahu saya akan membeli itu secara daring.

Ingatan tentang laku salat itu muncul saat saya melihat poster kecil di warung gado-gado Mpo Ida. Lalu lamunan saya pun berkelok sana-sini. Tentang bahasa.

Menyangkut penulisan kata dari bahasa Arab, saya mengikuti versi KBBI — setelah ada KBBI daring lebih mudah. Dulu banget saya harus menengok atau mengingat gaya Tempo, Kompas, dan Republika.

Republika, yang selalu taat asas menyebut Ahad untuk nama hari, adapun minggu adalah satuan waktu yang sepadan pekan, merupakan sebuah koran Islami sehingga cara menuliskan kata serapan Arab dulu sering saya jenguk.

Tentu jika saya menulis untuk lapak orang lain saya menyerahkan pilihan ejaan kepada editornya. Misalnya “salat” dan “shalat”. Atau “musala” , “mushala” , dan “mushola”. Memang sih di Republika ada kata “sholat” , “shalat”, dan “salat”.

Jika menyangkut kata dalam nama acara atau judul tulisan, misalnya “tabligh akbar”, saya mengutipnya secara verbatim, sebagaimana tertulis, dan tak menggantinya dengan “tablig”. Begitu pun untuk kata “ustadz” tak saya koreksi menjadi “ustaz”. Ini tak beda saat mengutip tajuk “Disini dan Disana”, padahal anak SD yang hirau ejaan pun tahu mestinya tidak begitu.

Namun dalam kata serapan Arab ada satu lema yang mengganjal pikiran saya: KBBI menuliskan “muslim”, dengan “m” kecil. Padahal kamus bahasa Inggris dan bahasa lain yang tidak berlatarkan masyarakat Islam menuliskan “Muslim”, dengan “M” kapital. Kenapa ya? Badan Bahasa pasti punya alasan.

Mengapa KBBI menyebut

2 thoughts on “Pengingat salat dan ihwal ejaan

  1. Setahu saya, kita menggunakan “muslim” dengan huruf awal nonkapital karena tidak ada aturan penggunaann huruf awal kapital untuk nama kelompok pemeluk agama tertentu dalam kaidah EYD.

    Sambil lalu, terima kasih untuk tambahan kosakata “sipongang”, Paman. 🙏🏻

    1. Terima kasih, Uda Ivan.
      Di KBBI, “kristiani” yang merupakan kata sifat dalam huruf kecil, serupa “islami” sebagai kata sifat.

      Sedangkan dalam bahasa Inggris, “Islamic” sebagai kata sifat yang terikat dengan kata benda, ditulis dengan “I” awal kapital, misalnya kata benda hasil bentukan semacam “Islamic calendar” dan “Islamic civil rights”. AP Style Book yang dirujuk media Amerika juga menuliskannya begitu.

      Walakin demikian, hampir semua media berita di Indonesia menuliskan “Muslim” dengan “M” kapital.

      Soal kebahasaan selalu menarik justru karena kita berusaha peduli.

      😇🙏

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *