
Diameter cobek itu sekitar 75 cm. Sudah lebih cekung daripada cobek baru karena dipakai saban hari untuk membuat sambal kacang gado-gado dan karedok. Si penjual gado-gado, Mpok Fira, tak tahu berapa berat cobek, “Pokoknya saya kagak kuat ngangkat. Ini cobek kayak bayi, dimandiin pake air anget di atas sini sampe bersih.” Maksudnya di atas meja tetap.
—
Berapa harga cobek sebesar itu, “Saya nggak ngatri. Ini endorsement dari toko. Hihihi.” Saya membatin, cobek saya di rumah, pemberian ibu mertua 34 tahun lalu sebagai bekal, kalah ukuran, karena diameter lingkar bibir cuma 22 cm. Adapun Mpok Fira saya cari via Google Maps setelah sebelumnya menanya teman istri di mana tempo hari beli gado-gado enak. Kami tak tahu si mpok itu siapa. Gado-gado dan karedoknya enak.
Cobek kecil itu pula yang secara impulsif karena ide dadakan saya hias untuk saya foto, saya jadikan ucapan selamat tahun baru 2024.
Cobek adalah alat masak peninggalan zaman batu. Itulah kesimpulan ngaco saya. Sampai abad XX, batu penggiling kedelai masih dipakai perajin tahu, yang engkolnya diputar secara manual, sepenuh tenaga. Kini tahu dibuat dengan dengan mesin penggiling kedelai. Juga kini, orang membuat sambal dengan blender elektrik. Tetapi sambal hasil cobek tetap enak. Apalagi jika makanan kita cocolkan ke cobek.



2 Comments
Waa, pasti enak itu, diulek pakai cobek dan kacang mede pulak.. Nyaam…
Saya lebih suka yang kacang biasa. Karedok si Mpok enak, kencurnya kerasa.