
—
Sejujurnya saya bukan pembaca setia berita olahraga, namun saya tertarik pada foto berita olahraga yang kuat. Misalnya berupa foto tunggal olahragawan, dia tampak bernyawa. Foto David Beckham yang dibidik dari belakang, saat dia pamit bertelanjang dada, melalui lorong, dielu-elukan penggemar (2013), bagi saya kuat.

—
Sepintas melihat secara acak foto-foto berita kemenangan Persib dalam Liga 1 BRI pekan lalu, saya kecewa. Tak banyak foto kuat. Namun saya berharap bahwa saya salah dan sembrono menyimpulkan.
—
Foto Kompas, Antara Foto, dan Pikiran Rakyat (PR) bagus. Untuk PR, sebagai media Bandung, tentu harus oke sip. Adapun dari media lain, termasuk foto dari lapangan di Tribun Jabar, sejauh saya melihat, tidak mengesankan. Tolong Anda koreksi kalau saya kurang cermat.
Kalau foto flare, di media sosial maupun media berita terlembagakan, memang banyak yang menarik. Yah, foto olahraga, demikian pula pertunjukan seni, itu tak mudah. Akses bagi pewarta foto terbatas, dan menuntut peralatan memadai.
Adapun foto akun resmi Persib di Instagram tentu bagus karena buatan, katakanlah, orang dalam. Foto medali yang akan dijamah banyak tangan itu menarik. Begitu pula foto dari situs web Persib kuat, dan itu wajar, karena karya fotografer mereka. Maka Berita Nasional memanfaatkan foto resmi tersebut, dengan atribusi.

—
Foto Persib di lapangan bersama piala itu secara teknis merepotkan karena faktor asap, pendar cahaya, dan cahaya di belakang sasaran. Maka foto Kompas tampak kasar berbutir.

—
Lalu apa yang akan saya bahas? Saya khawatir media berita kita akan makin sedikit menghasilkan foto olahraga yang kuat. Okelah, foto pegolf mengayunkan stik boleh kita anggap tidak penting, karena golf bukan sepak bola maupun badminton yang populer. Adapun foto ekspresi perenang saat menaklukkan air kolam boleh kita anggap mewah, bukan prioritas. Maksud saya, tak semua orang seberminat terhadap foto sepak bola dan bulu tangkis.

—
Tentang badminton, apakah sebagai olahraga populer semua media kita menghasilkan foto kuat? Saya pernah menulis saat Indonesia Terbuka di Jakarta (2022). Untuk foto pebulu tangkis Denmark Viktor Axelsen dan putrinya, tak semua media yang punya redaksi di Jakarta menghasilkan jepretan sendiri. Ada saja media yang memanfaatkan foto Antara ber-watermark. Artinya redaksi tak mengunduh dari pustaka berbayar Antara.
—
Media sosial memang membuat media berita tertatih-tatih. Dalam olahraga, foto resmi dari akun tim, kontingen, organisasi induk, dan panitia — serta kantor berita — membuat banyak media tertinggal. Namun hal itu sekaligus solusi hemat: tak perlu menggaji pewarta foto dan membeli peralatan layak karena belum tentu sebanding dengan trafik dan iklan.
¬ Kapsi setiap foto disalin apa adanya (verbatim) dari setiap media agar suasana beritanya terangkut dalam blog ini