Penyuka minuman manis overdosis dan perokok itu sama, sudah tahu berbahaya tapi nekat karena nikmat?
↻ Lama baca < 1 menit ↬

Tadi siang saya dipesankan makanan via Gofood. Traktiran, begitulah. Lele bakar dengan terong balado. Ada bonus teh cair manis. Mau bonus mau paket toh konsumen tak merasa dibebani pembayaran berlebih. Tetapi di luar pasal gimmick ada masalah kesehatan: asupan gula.

Maka saya pun teringat niat pemerintah menerapkan cukai untuk minuman bergula dalam kemasan. Rencana itu belum diwujudkan — masih dibahas, kata Dirjen Bea dan Cukai Kemenkeu Askolani, September lalu (¬ CNN Indonesia). Beberapa negeri sudah memungut cukai minuman bergula seperti halnya terhadap rokok.

Hari ini Kompas.id juga membahas bahaya gula berlebihan. Media sudah berulang kali membahas itu. Apakah penyuka minuman bergula sama dengan perokok, sudah tahu tidak sehat tetapi karena nikmat tetap nekat?

Mmmm… beda sih. Asupan gula itu perlu asalkan tak berlebihan. Sedangkan rokok dalam kehidupan sekarang sebaiknya tidak sama sekali. Berbeda dari gula yang semua orang cenderung suka, terhadap rokok dahulu tak semua orang doyan, bukan? Jangan menjawab, “Bukaaaannn.”

Eh ya, omong-omong soal gula saya pun teringat kosakata lawas: gula-gula. Artinya kembang gula, permen, bonbon.

Tetapi gula-gula, dalam tuturan generasi lampau, adalah kiasan untuk “wanita simpanan” atau “wanita piaraan”. Kedua istilah itu untuk rasa kebahasaan masa kini kurang sopan. Simpanan? Memangnya barang? Apalagi piaraan, memangnya….

Gula-gula sebagai kiasan menyiratkan hubungan tak setara: salah satu pihak, dalam hal ini pria, punya tanggung jawab finansial. Si pria harus memberi uang belanja dan fasilitas lain termasuk tempat tinggal. Berbeda dari orang pacaran yang kebetulan salah satu atau masing-masing punya pasangan sah.

Hari ini saya baru tahu bahwa arti gula-gula juga bisa diperankan oleh pria.

Kalau ancaman terhadap gula-gula? Kadang muncul dalam berita. Contoh terlampir adalah koreksi terhadap hoaks (¬ Turnbackhoax).

MSG, rasa kelima, dan panas tenggorokan

Soda bebas gula, katanya

Gula dalam saset terpisah

Mestinya rokok dan alkohol nggak kena cukai?

Pemanis buatan dalam kemasan ramah bepergian

Gaya Asia Tenggara: Es dan teh dalam kantong plastik

3 thoughts on “Soal ancaman gula dan terhadap gula-gula

  1. Saya minum rata-rata dua liter air putih (hangat) tiap hari, dan malah sering lupa untuk minum teh manis atau minuman bersirop barang setengah gelas atau segelas per hari.🙈

    Tentang gula-gula, di KBBI ada alias gundik, kata yang arkais.😁

    1. Tubuh kita tetap memerlukan gula, dan sumber gula itu bermacam-macam, termasuk rasa manis buah dan asupan karbohidrat. Selain gula, tubuh kita juga membutuhkan garam.

      Selain gundik ada pula gendak.
      BTW kata yang sudah arkais jika menyangkut gula adalah bonbon. Hanya generasi kolonial yang paham karena itu menyerap dari bahasa Belanda.

      Bagaimana jika media menggunakan kata bonbon? Bisa dan boleh. Tulisan yang menarik itu kaya akan kosakata, untuk satu hal bisa disebut bergantian dengan cara beragam. Kurang lebih itulah kata Goenawan Mohamad saat menyambut terbitnya buku tesaurus karya Eko Endratmoko.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *