Ya mau bagaimana lagi. Kalau hanya mengeluh, seakan-akan merasa paling menderita, tentu tak layak. Orang lain, lingkungan lain, mengalami kebanjiran, bukan hanya genangan, bahkan air masuk ke rumah.
Sore ini hujan sudah berhenti. Mungkin untuk sementara. Yang penting air di jalan sudah surut, tak lagi kancap (atau pèrès kata orang Jawa) dengan kanstin yang membatasi jalan dan riol.
Dari arah saya berdiri, air bergerak ke kiri, ke timur, menuju kanal, menghanyutkan sampah ringan. Motor yang bergerak searah perjalanan air adalah mereka yang berbalik arah dari barat. Di sana genangan lebih tinggi.
Rumah yang ketinggian lantainya hanya berselisih sedikit dengan jalan, akan direpoti gelombang air kancap akibat tersibak mobil. Hmmm… kadang ada juga mobil yang tidak mau pelan. Foto di atas kabur karena saya sedang berfokus memotret titik air pada pintu gerbang.
Selain masalah genangan dan banjir, bagi saya hujan deras apalagi disertai tempias, adalah atap bocor polikarbonat pecah pada beberapa titik karena dijatuhi kucing yang berkejaran.
Sudah surut sih…. pic.twitter.com/NGbxnPfeME
— Gambar Hidup (@gbrhdp) October 7, 2022
Cuma segini. Di tempat lain, di area yang sama, air lebih tinggi. pic.twitter.com/lHQtWwQiAW
— Gambar Hidup (@gbrhdp) October 7, 2022
Resapan itu untuk mencegah banjir atau mengerem defisit air tanah?
2 Comments
Mau genangan, mau banjir, semuanya merepotkan. Dan biasanya karena ada yang enggak beres — drainase atau lainnya.
Betul.
Dahulu ketika kala saya pernah membaca, tapi arsipnya belum saya temukan, perumahan di Kepang ada yang membangun lapangan tenis sebagaimana cekungan. Untuk apa? Menampung luapan air hujan.