Keran dan klem, sebuah refleksi melenceng

Masalah tak beres karena faktor psikologis, plus abai kalkulasi biaya dan manfaat.

▒ Lama baca 2 menit

Masalah klem, selang, dan keran — Blogombal.com

Ini persoalan yang sebenarnya 10 persen teknis dan 90 persen psikologis. Catatan ini adalah babak lanjutan dari alat buka patahan keran, namun saya tak khusus membahas urusan teknis pertukangan yang sering dihubungkan dengan dunia pria. Pun saya takkan membahas romansa Mang Pipa atau Mr Plumber dalam film hiburan untuk pria maupun wanita dewasa.

Inti soal: klem (clamp) selang sering kendor, sehingga harus diganti, karena ada saja yang melepaskannya. Biasanya mereka adalah tukang yang membutuhkan air, antara lain tukang AC.

Lalu apa peta masalahnya? Ini lho…

  1. Klem kupu-kupu lebih mudah dipasang ketimbang klem sekrup dengan obeng namun klem bersayap lebih ringkih
  2. Main tancap dan cabut selang dengan mengongkek-ongkek akan membuat keran copot bahkan patah
  3. Solusi masalah #1 dan #2 adalah komunikasi lisan, memberi tahu tukang dan asistennya, tetapi ganti orang bisa saja masalah berulang
  4. Solusi masalah #1, mengatasi klem kupu-kupu maupun klem sekrup obeng, adalah dengan membuat klem swakriya (DIY) dengan kawat, namun saya malas mencoba padahal di media sosial bertaburan panduan
  5. Untuk semua masalah di atas, ada solusi praktis yakni membeli keran cabang, satu cucuk untuk selang, dan cucuk lainnya untuk mengucurkan langsung — namun saya enggan melakukannya karena alasan biaya dan kemalasan

Maka jelaslah bahwa untuk kasus domestik, masalahnya di ranah psikologis. Karena urusan pertukangan dalam pembagian kerja secara seksual adalah dunia pria, para-para perempuan sebaiknya bijak dalam momong pasangannya — apalagi terhadap anak lelakinya yang rajin ikut les ini dan itu namun pintar ngeles.

Bagaimana untuk kasus non-domestik? Dua puluh tahun silam kantor saya menempati gedung baru delapan lantai untuk markas grup. Setiap lantai, kecuali lantai delapan, memiliki peturasan untuk pria dan wanita, dan masing-masing memiliki bilik mandi pancuran. Setiap lantai juga memiliki musala.

Apa hubungannya dengan keran? Kepala shower di bilik mandi pria selalu dilepas, selangnya menjuntai ke lantai. Terpaksa terjadi hal macam itu demi kemudahan berwudu.

Saya lapor ke orang bagian umum yang mengawasi sanitasi dalam gedung, dan usul agar shower set diganti yang bermulut dua. Satu ke selang, satunya untuk mengucurkan air ke bawah.

Lebih dari sekali saya usul, dan dia mengiakan, namun tidak dieksekusi sampai saat saya cabut dari perusahaan itu. Kenapa saya tak langsung mengadu ke GM General Affairs? Urusan dia banyak, dan sebenarnya itu bukan urusan saya.

Kenapa saya cawe-cawe? Karena saya sering mandi di kantor. Kadang membawa obeng untuk membongkar kepala shower, demi mengeluarkan butiran pasir dari saringan.

Jadi, kepedulian saya dalam urusan pancuran lebih karena egosentrisme, bukan altruisme. Seperti pertemuan keran dan selang yang kurang rapat, airnya memancar ke mana-mana, lamunan saya dalam tulisan ini pun demikian. Tabik.

Tinggalkan Balasan