Malam itu, selepas senja, masih hujan, pesanan belum dibikin, lampu kedai padam. Oglangan, kata wong Yoja lawas. Saya, istri, adik, dan ibu saya menunggu dalam gelap di kedai bakmi Jawa itu.
Lalu pramusaji datang, membawa lilin, dan menyalakannya. Karena lilin hanya satu-satunya penerang di meja kami, maka bagi saya tidak nyaman, bahkan setelah minuman dan makanan datang.
Candle light dinner bisa nyaman karena tata cahaya ruang disiapkan untuk itu, lilin bukanlah sumber tunggal cahaya. Kalau angkringan atau wedangan pralistrik? Sejak dari rumah kita sudah siap. Maka kita anggap warung itu gayeng, eksotis.
Yah, semuanya tergantung suasana hati dan kesiapan kita. Masalahnya kita sering tak tahu kapankah betul-betul siap dengan perubahan situasi. Tak hanya dalam urusan mengudap, karena saya pernah datang ke sebuah sekolah untuk presentasi tetapi listrik padam. Paling tidak enak, orang lagi punya gawe pesta pernikahan di rumah lalu listrik padam, malam pula.
