Poster besar yang saya lihat sore itu, pukul lima seperempat di Yogyakarta, mirip formulir. Ada banyak bidang kosong yang harus diisi. Mungkin sebelumnya sudah ada tulisan atau logo jenama namun kemudian pudar dikikis cuaca.
Saya ingat, di balik poster layanan itu adalah tembok berdekorasi dinding batu dengan lubang yang cukup untuk memasukkan buku tulis. Ya, semua kantor pos begitu. Bangunannya seragam, ada lubang pengeposan surat pada tembok, dan rumah dinas kepala cabang pembantu.
Saya lupa kantor ini, KCP Gondokusuman, dulu bernama Kantor Pos Demangan ataukah Kantor Pos Klitren. Nama kantor pos juga disebut dalam stempel pos. Tentu itu masa lalu. Anda pun mungkin sudah lupa bentuk cap pos apalagi stempel pos yang bertangkai panjang. Kantor pos memang dunia masa lalu, namun kini masih tersisa.
Peran kantor pos mulai menyusut setelah SMS, email, dan seterusnya yang berbasis internet terus memperkaya kehidupan masyarakat. Ketika e-banking makin meluas, wesel pun terenyahkan.
Tetapi saya pernah beberapa kali memilih opsi pengiriman via pos saat memesan buku karena murah dan cepat. Yang tanpa opsi adalah menerima bayaran via wesel, dan ketika saya uangkan ada yang gagal karena kedaluwarsa.