Sebagian koran maupun e-paper yang terbit di Jawa dan Bali masih menyertakan nama hari pasaran. Misalnya yang terlihat pada edisi hari ini (13/5/2025), Tribun Jogja dan Kedaulatan Rakyat masih menyertakan Selasa Kliwon.
Koran Solopos dan Suara Merdeka di Jateng, dan Jawa Pos di Jatim, juga masih. Tetapi Surya di Surabaya tidak. Adapun Pikiran Rakyat di Jabar dan Bali Post di Bali masih menyertakan nama hari tradisional.
Pembaca setia koran apa yang masih setia dengan Pahing, Pon, Wage, Kliwon, dan Legi? Mungkin pembaca Bali Post. Sekali lagi: mungkin.
Saya tak tahu berapa orang dari dari 100 pembaca koran pemuat hari pasaran yang masih hirau dengan nama hari berbasis tahun Saka. Hirau dalam arti menerapkan makna hari-hari tersebut seperti pada kalender Masehi, bahwa Minggu adalah hari libur.
Lantas Anggara Manis (Selasa Legi) maupun Anggara Kasih (Selasa Kliwon) apa saja maknanya dalam kehidupan pembaca, baik untuk melaksanakan apa dan kurang elok untuk melakukan apa? Tentu masing-masing pilihan memiliki prasyarat.
Saya orang Jawa namun sudah berjarak dari makna hari pasaran Jawa. Untuk eksotisme kultural kadang saya masih mencantumkan dalam tulisan tetapi tanpa penghayatan.
Misalnya ada skripsi atau tesis yang membahas tingkat penghayatan masyarakat terhadap hari pasaran tradisional tampaknya menarik juga. Apalagi kalender dengan hari pasaran selalu diproduksi, termasuk yang berupa kalender meja — bukan kalender besar maupun kalender harian.
2 Comments
Dina pasaran saat ini terasa penting tak penting. Di kehidupan sehari-hari hanya sebagai pengingat kapan harus arisan atau ronda di kampung.
Agar mudah mengingat, saya membuat “event” di kalender HP yang akan saya ulangi otomatis setiap 5 hari. Jadinya ada 5 event di hari berbeda yang diulangi setiap 5 hari.
Wah cara kalender lima harian itu kreatif dan menarik. Sandalian banget! 👍💯💐