Di mana-mana kode QR, apalagi setelah QRIS diterapkan luas sejak pandemi lalu. Bahkan donasi di rumah ibadah pun memanfaatkan QRIS. Warung sayur, pracangan, dan kios fotokopi di dekat rumah saya juga sudah menerapkan QRIS. Saya lihat orang beli sebungkus rokok pakai QRIS.
Maka ketika melihat poster kode QR di kios buah, saya pun penasaran. Di situ tertulis grup WhatsApp. Betul, isinya adalah ajakan bergabung ke grup WhatsApp pelanggan. Saya menduga yang menjadi admin adalah orang kios. Kenapa menduga karena saya tak mencoba masuk.
Setahu saya, untuk bergabung ke sebuah grup WhatsApp apa pun tak ada syarat dan ketentuan yang harus dibaca sampai rampung kemudian jika calon anggota setuju tinggal klik OK, lalu admin akan memutuskan.
Dalam kasus kios buah, mungkin peminat langsung masuk ke grup, tinggal menunggu persetujuan admin. Apakah di Uni Eropa yang memiliki GDPR (General Data Protection Regulation) cara kios buah boleh?
Eh, Indonesia punya UU Perlindungan Data Pribadi, ding. Diundangkan pada 2022, berlaku mulai Oktober 2024. Aturan turunannya, yakni peraturan pemerintah, setahu saya belum terbit. Jadi soal grup WhatsApp buah ini silakan menanya ahli hukum dan aparat pembina UKKM. Isu perlindungan data pribadi adalah hal baru, memerlukan penyuluhan bagi awam. Eh, penyuluhan, kok istilah ini terasa jadul ya?
- Lalu kita pun terbiasa dengan QR code: Ada masa ketika barcode, dan kemudian QR code, dianggap keren, bahkan menjadi logo. Tapi majalah Humor memperlakukan barcode dengan cengengesan.
- Bayar pakai QRIS di warung sayur sederhana: Pandemi mempercepat penetrasi QRIS dalam ekonomi masyarakat. Apakah 10 tahun lagi tak ada bayar tunai di warung?
4 Comments
Toko sayur dan buah daring langganan saya juga punya WAG, Bang Paman.. Tapi saya gak ikutan, katanya sih ramai. Saya lebih suka belanja minim interaksi, bahkan chat seller pun jarang kalau gak terpaksa 🙈
Sama, saya juga 😂
Seandainya pedagang buah tersebut tahu fitur “chanel” di WhatsApp, sebenarnya malah lebih bagus karena tidak perlu bergabung ke dalam WAG.
Begitulah, fitur aplikasi dan gawai terus bertambah. Di sisi lain etiket berteknodigi juga berusaha menata penerapan.
BTW, dalam ponsel Samsung low end, ternyata penjepretan dengan kamera tidak bisa dibuat senyap, selalu default bunyi cekrek. Dari sisi etiket, ini seperti pakem sosial masa lalu.