Yah, ini masalah tidak penting namun bagi saya menarik. Soal papan nama jalan di sebuah lingkungan, bisa kampung bisa kompleks.
Coba Anda amati gambar di atas:
- Foto #1: papan nama jalan berukuran besar dan informatif; penjelasan lain menyusul
- Foto #2: ukuran teks dan bidang plang itu proporsional
- Foto #3: masih proporsional
- Foto #4: lumayan proporsional, misalnya plang tak dikerikiti korosi, teks bisa terbaca
Di kompleks tersebut, semua nama jalan sama, yakni Siliwangi. Dari sisi grafis tak merepotkan. Bandingkan dengan nama jalan berdasarkan nama tokoh yang jumlah hurufnya bervariasi. Misalnya: Ayu Srikandi, Alex Kongkalikong, Miun, Djaim, dan Antemono Tempilingen.
Lalu apa masalahnya? Ya soal ukuran itu. Mau dikerjakan manual dengan cat semprot, kuas, maupun stiker potong, menulisi bidang itu butuh sentuhan seni.
Dalam kasus serial Jalan Siliwangi lebih simpel, tinggal menambahkan angka Romawi. Misalnya menamai angka arab lebih praktis lagi, tapi bisa bikin bingung: Jalan Siliwangi 6 dikira nomor rumah, berbeda jika Jalan Siliwangi VI.
Angka Romawi jika diterapkan pada papan nama jalan di Kebonkacang, Jakpus, bisa panjang. Lebih praktis mana: Kebonkacang 38 atau Kebonkacang XXXVIII? Kalau misalnya ada Jalan Kebonkacang 100 malah lebih praktis: Kebonkacang C.
Untuk kompleks permukiman yang masih diurusi pengembang, papan nama jalan bisa seragam. Namun untuk kompleks yang sudah ditinggal pengembang, plang jalan bisa beragam, tergantung setiap RT. Pengecualian berlaku jika urusan ini ditangani RW.
Lantas tentang foto #1, di mana menariknya? Ada dua hal
- Di Jalan Siliwangi IV ada Blok A dan Blok B
- Untuk Blok A bernomor 43—52, sedangkan untuk Blok B bernomor 31—39; artinya setiap sisi memiliki nomor gasal dan genap
Penomoran di Jalan Siliwangi IV itu tak terlalu membingungkan karena angkanya berdekatan. Pencari alamat dipermudah.
Adapun di jalan lain, misalnya Jalan Siliwangi II, yang di sisi selatan jalan bernomor 170-an, dan di sisi utara jalan bernomor 250-an. Pencari alamat bisa bingung. Warga lokal kalau ditanya juga berpikir keras untuk memastikan rumah nomor 257 di depan rumah nomor 17-berapa, padahal ukuran kaveling sama. Untung kini ada Google Maps.
Kerepotan lain? Di jalan lain dalam kompleks itu, deretan rumah yang berhadapan juga bisa berlainan RT. Kenapa bisa terjadi? Penghunian, sejak medio 1980-an, berdasarkan deret bangunan yang selesai. RT terbentuk berdasarkan urutan penyelesaian proyek.
Maka setelah suatu deret rumah selesai, dan bergabung ke katakanlah RT 4, deret seberang yang rampungnya menyusul akan membentuk RT baru bersama deret rumah di jalan lain yang memunggungi deret rumah baru itu.
Masalah kecil bisa muncul jika RT seberang rumah lebih aktif merawat got, sementara lampu jalan di RT seberang rumah kalau padam tak jelas siapa yang bertanggung jawab.
Di jalan-jalan lama setiap kota, dahulu ada deret nomor genap dan nomor ganjil. Di Salatiga, Jateng, untuk Jalan Andong (Osa Maliki), ada deret genap dan deret gasal. Bangunan baru yang menyempil tinggal menambahkan A, B, C, dan seterusnya. Rumah baru di antara nomor 50 dan 52 tidak membuat nomor sendiri 51. Nomor ganjil jatahnya deret seberang.
Kini, masih relevankah deret ganjil dan genap? Yang utama adalah keabsahan hak atas tanah dan… ada peta digital yang didukung satelit. Sistem informasi geografis memberi solusi.
2 Comments
khayalan masa remaja: punya rumah beralamat di Kebon Ijo VI, supaya bisa disingkat Bon Jovi :p
Weleh-weleh 😂🙈👍