Ketika artikel berbayar disamarkan sebagai berita, publik bisa apa? Bagi redaksi, berita dan iklan itu sama-sama informasi.
↻ Lama baca < 1 menit ↬

Advertorial kampanye capres disamarkan sebagai berita

Darma Bakti mengirimkan tautan berita dari dua situs via WhatsApp lalu menyusulkan pertanyaan “Itu berita atau advertorial, Mas?”

Kamso hanya menjawab dengan emotikon terbahak-bahak. Karena tak puas, Darma pun menelepon. Mengulangi pertanyaan.

“Jangan tanya saya, Dar. Tanyai aja redaksinya, mereka lebih paham,” Kamso mengelak.

“Itu kenapa nggak pake identitas kategori atau rubrik advertorial atau konten sponsor atau taja?”

“Tanya redaksinya.”

“Masa sih nama editornya kayak nama desk atau apa, tapi bukan spesifik eksplisit bagian bisnis, Mas?”

“Tanya redaksinya. Mereka lebih paham karena pinter-pinter.”

“Kan mestinya redaksi punya pagar api ya, Mas? Misahin berita dan iklan?”

“Konon…”

“Dilaporin ke Dewan Pers bisa?”

“Nggak tau.”

“Tapi publik kan bisa disesatkan propaganda setiap TPN? Di mana tanggung jawab dan etika media?”

“Saya nggak paham soal itu.”

“Terus apa yang bisa dilakukan publik?”

“Nggak usah baca.”

“Apa ini persoalan cuan, Mas?”

“Pertanyaan penting dan mendasar tapi jadi naif ketika dilontarkan. Malah bisa diketawain, Dar.”

¬ Gambar praolah: Unsplash

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *