Di toko buku resik pun dia kerap mual, mulas, lalu diare. Tetapi di toko busana dia amat betah dan bahagia. Buku adalah musuhnya.
↻ Lama baca 2 menit ↬

Ingin BAB di toko buku bukan karena Mariko Aoki

Setiap kali ke toko buku bersama suami dan anak-anaknya, ibu itu selalu gelisah, bilang mual, berkubang-kunang, dan ujung-ujungnya ke toilet mal. Perutnya mulas, diare. Tetapi di toko busana hal itu tak terjadi. Sang suami menyebut istrinya antibuku.

Apakah ibu itu, seorang sarjana ilmu pendidikan yang menjadi guru dengan gelar Dra selalu terpasang, mengalami gejala Mariko Aoki? Saya tak tahu. Karena gejala yang mengambil nama perempuan Jepang itu hingga kini masih kontroversial (¬ Wikipedia).

Menurut sang suami, istrinya sejak kecil tak suka membaca. Bahkan hingga dewasa, saya melihat sendiri, Bu Guru itu sering membaca dengan menggumamkan teks. Padahal setiap anak sejak SD diajari guru untuk membaca dalam hati. Dalam perjalanan usia, hal itu meningkatkan kecepatan baca.

Namun Si Ibu adalah pembelajar yang baik. Sejak kecil hingga menjadi nenek dia lebih suka dijelaskan secara lisan oleh kakak dan ayahnya dan kemudian suaminya. Dia malas mencari info sendiri. Ada saja alasannya, misalnya teks tak nyaman dibaca, tetapi ketika soal kacamata bukan masalah tetap saja malas membaca, bukan hanya buku karena koran dan majalah juga, demikian pula manual alat dapur dan perabot rumah tangga serta obat-obatan dan kosmetika. Malu bertanya sesat di jalan, itulah prinsipnya.

Saya tahu karena mengenal pasangan itu sejak remaja. Kini setelah era kertas menyurut, dia tak berpindah ke layar. Dia bisa berjam-jam melihat video di Facebook, karena meneruskan hobi berjam-jam menonton TV sehingga ketika suami pulang kerja, malam hari dengan membuka pintu sendiri, pun si istri tetap menatap layar TV. Alasannya, “Lagi seru, asyik nih.”

Rupanya Si Ibu adalah penikmat audio visual. Misalnya mendapatkan tautan video ceramah di YouTube, atau diskusi di Zoom, jika perlu dia akan mencatatnya. Catatan pula yang menjadi andalan saat ikut seminar. Makalah dan cetakan presentasi tak dia pedulikan. Menurut anaknya, ponsel Si Ibu tak pernah mati. Video dan WhatsApp selalu menemani menjelang tidur sampai bangun pagi.

@gramedia Membalas @elrumi kami sudah biasa, jadi biasakan dirimu ya 🙈 #berbagilebihdekat #serunyabelajarbareng #serunyamembaca #gramedialebihdekat ♬ Yotube AstroCapella – AstroCapella

Saya tak paham masalah Si Ibu padahal dia dulu kuliah di universitas bagus yang perpustakaan yang pernah menjadi terbaik di Indonesia. Di sekolah tempat dia mengajar, perpustakaannya lengkap. Bahkan dia sempat menjadi pustakawati sebelum mengajar. Saat kuliah dia juga belajar ilmu perpustakaan.

Hal rutin yang sering saya lihat, suaminya sering mengoreksi ibu saat mengucapkan “frustasi”, “tlaktir”, dan “sèkertaris”. Untuk nama asing, dulu selalu menyebut bahkan menulis “troperwèr” (Tupperware) , “stobèri”, dan “kèltenbad” (cotton bud). Saat remaja malah dia sering mengucapkan “lèstoran”.

Setahu saya, Si Ibu tak mengalami disleksia. Kata suaminya, si istri sejak kecil terbiasa mengenal kata dari mendengar tanpa diimbangi membaca.

Meskipun demikian, Si Ibu selalu yakin, mantap, dan percaya diri. Dia bahagia dengan pengetahuannya, termasuk dari sumber yang tak tepat, dan kadang marah jika suami dan anak-anaknya mengoreksi ucapannya karena, “Napa sih kelian rewel? Teman-teman Ibu nggak ada yang gitu.”

Nyaman. Bahagia. Selamat berulang tahun untuk Si Ibu dan selamat merayakan hari jadi pernikahan.

¬ Gambar praolah: U, Freepik, Etsy

6 thoughts on “Ingin BAB di toko buku bukan karena Mariko Aoki

  1. Saya masih agak kesulitan mencerna konten video karena susah untuk mengetahui bagian mana yang penting sebelum menonton keseluruhan bagian.

    Untungnya beberapa penyedia layanan seperti Youtube menyediakan tombol putar beberapa kali lebih cepat sehingga menghemat waktu.

    1. Saya kurang telaten lihat video lama, kecuali disiapkan dengan baik, pakai chapter dan teks.

      Krn gak sabar saya sering baca transkripsi hasil kerja mesin, banyak yang salah sih. Tapi mesin pembelajar makin pintar to?

  2. Kemarin siang saya ke rumah Mariko setelah tak bisa menghubungi lewat ponsel (belakangan saya tahu, nomor ponselnya ternyata ganti). Mariko yang ini, saya biasa memanggillnya Pakde, adalah tukang bangunan yang sering saya gunakan jasa dan keahliannya. Nanti malam dia akan ke kedai istri saya ndandani sedikit kerusakan, saat kedai sudah tanpa pembeli karena malam hari.

    Maaf komentarnya nggak nyambung dengan konten Paman. Maklum, sudah lama saya tak ke toko buku, dan sudah lama pula tak berhubungan dengan bongso buku.

  3. Mariko Aoki, baru tahu saya Mas. Mator suwon artikelnya Mas, jadi tahu ehehe. 😊

    Puji syukur sekarang ‘alergi buku’ banyak solusinya, melalui HP (Youtube dan sebagainya).

    Ibu tersebut hebat, bisa konsisten tetap menjadi guru despite ‘kekurangan’-nya. Keteguhan beliau patut diteladani. 🥰

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *