Lebih nyaman mana: kitab suci digital atau cetak? Tergantung selera dan kebiasaan sih. Konon kitab lusuh bikin gereja Protestan pecah.
↻ Lama baca 2 menit ↬

Alkitab versi cetak dan versi digital dalam kebaktian di GKJ Pondokgede

Dalam suatu kebaktian Minggu di gereja saya lihat hal biasa, sering terlihat: saat pendeta membacakan ayat kitab suci ada jemaat yang membaca Alkitab versi buku dan ada pula yang membaca dalam versi ponsel maupun tablet. Maka ada yang menyebut “Alkipon”, akronim dari Alkitab dalam ponsel. Kalau dalam tablet? Ya tetap Alkitab, tetapi “tab” dalam kata barusan adalah tablet.

Dalam foto di atas tampak pengguna Alkitab versi cetak dan versi ponsel. Mereka suami istri sepuh, keduanya pensiunan dosen. Bapak memegang buku. Ibu memegang ponsel.

Kesan setiap pengguna Alkitab dalam gawai maupun cetak berbeda-beda. Ada orang yang sudah lama akrab dengan peranti digital sejak zaman komputer DOS namun tetap memilih versi buku. Dia merasa ujung jarinya memiliki memori, cepat menemukan kitab dan ayat, sementara orang lain meskipun sudah dibantu ceruk penanda bab tetap tak lancar.

Penyuka Alkitab versi cetak biasanya juga cepat mencari rujuk silang, bahkan saat menyimak khotbah. Misalnya ada suatu ayat dalam sebuah kitab di Perjanjian Baru yang juga tersebutkan dalam kitab lain di Perjanjian Lama, dia langsung mencari tahu. Memang sih dalam laman buku sudah ada tandanya namun tak semua orang cepat mencarinya. Biasanya Alkitab orang macam ini lusuh. Malah kadang ada coretan Stabilo dan sejenisnya.

Alkitab bahasa Jawa dan bahasa Indonesia dalam ponsel
GENESIS | Kiri: Kitab Purwaning Dumadi (Bahasa Jawa, 1981) dalam ponsel tanpa tanda rujuk silang. Kanan atas: Kitab Kejadian versi Bahasa Indonesia Terjemahan Baru dengan rujuk silang di kanan bawah. Keduanya Alkitab terbitan LAI.

Sedangkan di Alkitab versi digital, pengguna bisa cepat dalam menemukan ayat dan rujuk silangnnya. Cukup dengan ujung jari. Lelucon bilang, tak perlu hafal urutan kitab langsung sampai ke alamat.

Alkitab digital tidak lusuh biarpun saban hari dibaca. Tak ada jejak saliva yang ditinggalkan ujung jari seperti pada versi cetak milik orang yang suka membasahi jari untuk membuka laman. Tentu jejak itu mikroskopis.

Dalam sudut pandang stereotipikal, Alkitab digital tidak bisa menjadi alat identifikasi terhadap seseorang di warung soto sepulang dari gereja apakah dia Protestan yang taat dan selalu penasaran, sampai kitabnya lusuh penuh coretan.

Mungkin kitab kucel itulah yang menyebabkan gereja Protestan pecah terus karena setiap kali ada orang menemukan kebenaran baru dalam Alkitab dia akan bikin denominasi atau sekte sendiri.

Alkitab pertama cetakan Gutenberg
PERTAMA | Biblia Latina (Mainz: Johann Gutenberg dan Johann Fust, sekitar 1455). Versi cetak Alkitab menjangkau lebih banyak orang. Koleksi British Library ini satu dari 48 eksemplar utuh yang ada di dunia.

Belalang, makanan Yahya Pembaptis

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *