↻ Lama baca < 1 menit ↬

Kopi lanang dari Kopi Podjok Pasar Gede Solo

Oh, kopi lanang? Saya suka kopi tetapi tidak dapat mendaku penikmat kopi. Suka itu ya sebatas suka, sering bahkan selalu ingin minum kopi, namun kadang ada saat tak ingin kopi; hal sama berlaku untuk rokok.

Adapun penikmat kopi itu lebih dari sekadar merasakan, setidaknya ada getar takzim, memahami sosok dan sifat setiap jenis kopi sampai ke asal muasalnya bahkan hingga ke soal dari panen kebun tunggal ataukah gabungan kebun, lalu bagaimana proses pengeringan hingga penyangraian.

Sama terhadap tembakau, anggur, dan lainnya, dalam urusan kopi saya bukanlah aficionado maupun connoisseur. Maka terhadap kopi lanang saya pun miskin apresiasi. Bagi saya biasa saja.

Saya tahu kopi lanang belasan tahun silam di sebuah kedai di basement sebuah mal. Cewek pramusaji menawarkan kopi baru, ya kopi lanang itu, lantas tersebab saya tak paham maka saya menanya itu apa. Dengan tersipu dia menjawab itu untuk “vitalitas pria”.

Saya hanya menanggapi, “Oooo… Makasih. Nggak. Yang biasanya aja, Mbak.”

Saat itu saya membayangkan jika pengudap adalah serombongan pria, pemuda maupun bapak-bapak tuwèk, bisa saja ada kemungkinan tanggapan yang mengarah ke pelecehan seksual.

Kopi lanang dari Kopi Podjok Pasar Gede Solo

Tentang kopi lanang, silakan buka Wikipedia Indonesia dan Coffeeland — atau tanya teman saya si Pepeng.

Bagi saya, kopi lanang oleh-oleh dari Solo ini bisa dicicipi siapa pun yang suka kopi. Apapun jenis kelaminnya. Soal khasiat entahlah. Dari sisi rasa, kopi yang ini juga kebetulan biasa saja. Tetapi kata istri saya enak.

Mencari mur di ladang baut

Traktiran biji kopi