Terlalu. Tapi untuk usia saya sekarang mestinya tak perlu malu. Banyak orang sebaya saya yang lebih pikun.
↻ Lama baca < 1 menit ↬

Posting tentang buah kecapi dan kepikunan

Alasan saya untuk ngeblog lagi adalah untuk mengerem — bukan mencegah — kepikunan. Hasilnya? Ternyata saya sudah pikun. Mungkin kampas rem mulai menipis. April lalu saya menanyakan nama buah yang tak saya kenal, bertajuk “Buah Entahlah” , sampai akhirnya Wiwied mengingatkan dengan tanya: “Itu bukan buah kecapi ya?”

Tadi malam tanpa sengaja saya temukan posting Juni 2007 — ya, enam belas tahun silam — tentang kecapi. Judulnya “Gendang Gendut Gagang Kecapi“. Isinya: saya membeli buah itu di Pasar Cikini, Jakpus. Saya foto. Saya cicipi.

Kalau hanya pernah menuliskan sesuatu tetapi lupa, sehingga menulis topik yang sama dengan sudut pandang berbeda, itu wajar. Namun yang ini terlalu: saya menanyakan nama buah, merasa baru menemukan, padahal saya pernah mencicipinya.

Oh, ingatan! Semoga ini tak termasuk sakit ingatan.

4 thoughts on “Apa boleh buat, saya sudah pikun

  1. Selamat pagi Paman, selagi masih dalam suasana lebaran: “Mohon maaf lahir dan batin”

    Mungkin karena pada saat pertama kali Paman mencicipi, rasanya “tak berkesan” ya Paman?
    Seperti Paman bilang, “Aneh dan tanggung, rasanya, enaknya buat apa?”
    Pasti akan berbeda jika kesan pertama begitu menggoda… 😁

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *