Ya, saya lebih dari sekali memotret tetes air saat hujan. Karena suka. Pun lantaran memotret hujan dengan ponsel sekadarnya, setelannya otomatis bukan manual, itu lebih sulit.
Foto tetes air saya anggap mewakili hujan. Padahal tanpa keterangan, foto saya tetap gagal: orang belum tentu menyimpulkan bahwa itu difoto saat hujan. Tak apa, foto-foto itu untuk blog pribadi, bukan media berita. Lagi pula saya bukan fotografer. Tak ada beban.
Pagi ini masih gerimis. Udara sejuk. Saya memotret tetes air pada pintu gerbang. Jepretan pertama hanya tetes air. Tak ada kehidupan. Saya ingin membekukan sepeda motor lewat. Dapat. Pengemudinya dan atau penumpangnya, anak-anak SD berangkat sekolah, berjas hujan. Mereka saya jadikan latar tetes air.
Kerepotan motor, sepeda, dan jalan kaki terasa saat hujan bahkan ketika hanya gerimis tipis sebagai sisa hujan. Maka benar kata Ridwan Hanif ketika mencoba Bajaj Qute bekas, yang bisa terguling saat belok kencang, lumayan saat hujan dan panas.
Pagi tadi saya lihat di Twitter, akun tanpa centang atas nama menantu Jokowi, Bobby Nasution, yang menjadi wali kota Medan, itu menciutkan foto dirinya naik sepeda motor listrik berpelat merah. Pencitraan atau bukan, biarlah warganet yang berkomentar.
Ada imbang? pic.twitter.com/iczlM32xVF
— Bobby Nasution (@bobbynasution_) January 31, 2023
Saya pun mencoba mengingat tetapi gagal, kapan pertama kali saya membaca informasi bahwa sepeda motor bisa tanpa bensin, hanya menggunakan baterai, seperti mainan? Belasan tahun lalu pasti, namun saya lupa tahun berapa dan membaca di media apa.
Yang jelas, mau bensin atau listrik, namanya tetap sepeda motor. Saat saya kecil, kata “motor” untuk meringkas penyebutan “sepeda motor”, saya dengar dari orang Jakarta. Saat itu orang Jawa menyebutnya sepeda motor, pitmontor (kalau montor itu mobil), brompit, dan montor udhug (ya, bukan motor udhug). Kini untuk motor listrik tak dapat disebut montor udhug listrik karena tanpa derum berat empat tak.
2 Comments
Ada pula montor mabur. 😁
https://youtu.be/XtaJWxDvaaE
Orang Jatim bilang montor muluk — baca: moo-look
Ada juga yang menyebut montor miber