Ada tiga jenis buku, artikel maupun video yang menjengkelkan. Antara lain rahasia menjadi kaya, cara hidup bahagia, dan menulis itu mudah. Saya pernah termasuk pelaku konten ketiga tadi, tapi tak termasuk video, bahkan pernah mengisi seminar dan sebangsanya, karena tuntutan pekerjaan dan penugasan, tentang menulis bahkan sekalian membuat infografik. Memalukan, memang. Namun saya tak menyesalinya karena saya tidak menipu.
Berbeda urusan jika saya menulis maupun berceramah cara menjadi kaya. Saya tak berani. Lebih tak berani lagi adalah para calon penyimak. Masuk ke dalam senarai 1.000 pembayar pajak pribadi terbesar pun saya tidak, atau silakan tambahkan angka nol berapa pun di belakang, bagaimana saya akan berbagi kiat?
Mengajari orang cara berbahagia, saya tak berani. Ketika acara molor, atau semua peserta absen, bukan present, begitu pun panitianya, bahkan pintu ruang masih terkunci, saya tak membayangkan cara untuk merasa bahagia. Kenapa? Saya sering tak dapat merumuskan apa itu bahagia dan kebahagiaan.
Ajakan, pancingan, tantangan
Saya tergerak menulis ini karena dalam aplikasi Jetpack saya di ponsel, pengganti WordPress, belakangan ada ajakan, atau pancingan, yang disebut prompt, untuk mengisi blog dengan topik tertentu. Mungkin untuk mengatasi writer’s block.
Sejauh ini saya belum terpancing. Sama belum terpancingnya dengan tantangan ngeblog sehari satu posting. Saya tidak bisa. Bagaimana kalau saya malas atau tak sempat? Ibarat puasa, bakal bolong.
Soal lain, kalau sehari cukup satu, padahal kalau sedang ingat dan sempat, tanpa mengenal tenggat, saya bisa menulis untuk blog lebih dari sekali dalam sehari, tentu saya juga akan teranulir karena telah berlaku lajak, menerabas batas.
Karang-mengarang, tulis-menulis
Tentang menulis, ada beberapa segi soal. Pertama: di SD hingga SMP, urusan menulis, sebagai pelajaran, disebut mengarang. Mungkin maksudnya menulis fiksi — padahal murid tak berkhayal saat melaporkan liburan keluarga. Atau bisa juga mengarang adalah menulis yang bukan menjawab soal “sebutkan ciri-ciri makhluk hidup”.
Namun mengarang sering berkonotasi jelek. Dalam persidangan, Ferdy Sambo menanggapi kesaksian Eliezer, “Tidak benar itu keterangan dia (Bharada E -red), ngarang-ngarang. Jelasnya istri saya kan diperkosa sama Yosua.” (¬ TVOne News)
Soal kedua: kalau ada orang bilang menulis itu mudah, dalam hal apa? Menulis ringan untuk blog pribadi, seperti di Blogombal.com, tentu jauh lebih mudah daripada menulis untuk Setiap Gedung Punya Cerita, salah satu blog yang saya anggap keren dan berfaedah tebal untuk khalayak.
Meskipun saya mengakui tulisan dalam blog ini ringan, saya kini tak menyalahkan jika ada orang bilang sulit membuat blog seperti saya. Bukan karena blog ini, maupun saya, hebat melainkan lantaran minat menulis dan selera mereka berbeda. Sebagian dari mereka malah menulis makalah seminar dan untuk jurnal, atau menulis cerita untuk film, atau malah cerpen dan novel, yang jauh dari kebisaan saya.
Teman saya malah menulis cerpen, novel, esei, makalah, tulisan ringan, skenario, dan belasan tahun lalu lulus doktor di Depok, dengan promotor antara lain Sapardi Djoko Damono dan Toeti Heraty, lalu salah satu pengujinya adalah Ignas Kleden. Si teman itu pernah menjadi rektor di Cikini. Tetapi dia tak punya blog pribadi. Padahal menulis bukan masalah bagi dirinya.
Bahasa dan klaim diri
Termasuk soal menulis apa adalah bahasa yang saya pakai. Menulis ringan — bukan skripsi terlebih disertasi — dalam bahasa Indonesia, saya merasa bisa. Tetapi menulis dalam bahasa Inggris — apalagi Prancis, Swensk, dan Swahili — saya tidak bisa. Mesin penerjemah dapat membantu namun belum tentu pas.
Lalu soal lain, kenapa banyak orang tak menulis di blog dan platform apapun yang memanjakan teks berboros kata? Pasal selera.
Menulis ringan untuk blog bisa menjadi beban, seolah menempatkan seseorang sebagai author. Sedangkan menulis di WhatsApp, Twitter, dan Facebook, lebih santai. Tanpa beban. Orang normal ogah terbebani oleh hal yang tak mendasar bagi dirinya. Sedangkan wartawan harus menulis genah di medianya karena menyangkut profesi.
Saya tak menulis di Medium, yang tampilan visualnya saya kagumi karena simpel, estetis dan fungsional, dengan dua alasan. Pertama: saya sudah punya blog. Kedua: Medium itu serius bagi saya, dan saya nggak pede.
Artinya, judul tulisan ini, dengan kata akhir “Halah, alasan!” bisa Anda arahkan kepada saya.
Sampai kini saya belum berani menyebut diri penulis maupun pengarang, padahal sebagian besar rezeki — termasuk rumah, mobil, dan menyekolahkan anak — dahulu saya dapatkan dari pekerjaan yang melibatkan penulisan.
¬ Gambar praolah Mari Menulis dari Freepik
10 Comments
Sejak tahu ada tantangan ngeblog posting sehari mulai beberapa waktu lalu, hingga kini, saya tidak pernah mengajak diskusi Paman tentang itu, baik via WA maupun kolom komentar di blog Gombal ini. Karena saya anggap tak perlu bagi Paman dan saya.
Bagi Paman tak perlu karena tanpa ditantang pun Paman tiap hari sudah ngeblog, bahkan sering sehari lebih dari satu posting (bahwa kemudian sehari lebih dari satu bisa “menerabas batas”, itu soal lain). Oh iya, mungkin lebih tepat saya menyebut “hampir tiap hari” Paman ngeblog karena pernah —meski sangat jarang — dalam sehari Paman enggak ngeblog.
Bagi saya sendiri tantangan itu tidak perlu karena tak penting apakah saya bisa ngeblog tiap hari satu posting ataukah tiap sekian hari sekali. Jika memaksakan diri, saya mungkin bisa ngeblog satu posting sehari, tapi apa gunanya buat saya? Misal untuk membuktikan konsistensi (tentang ide, niat, semangat, dll), apa gunanya, wong tidak pernah ada orang lain yang mengevaluasi ngeblog saya. Pun demikian jika menyangkut eksistensi dan “militansi”.
Tentang menulis di blog atau yang lain, termasuk di Facebook, betul, ini masalah selera, plus pilihan. Selera dan pilihan orang berbeda-beda, dan saya memilih sekaligus berselera menulis di blog — meski saya cuma bloger “putus-sambung”.
Begitulah, sesuka dan sesela kita saja karena ngeblog untuk pribadi bukan pekerjaan.
Lain soal kalo ngeblog karena pekerjaan 🙏
👍
Oh iya, Paman, saya tadi lupa menyebut faktor “tidak dibayar” alias bukan pekerjaan sebagai alasan enggak perlu melayani tantangan ngeblog setiap hari satu postingan.
🤣👍🍅
Oh iya lagi, tentang berceramah cara menjadi kaya, kayaknya istri saya layak, Paman. 😁😬
Suami juga layak
Saya sangat layak berceramah tentang tips untuk jadi karyawan bagian pembelian dan pengadaan yang disukai bos perempuan.😁
Wah gak bisa berlaku umum itu. Terlalu privat. Urik. 🙈
🏃