Di Indonesia yang pemerintahnya peduli KB, posisi komdom sebagai dagangan masih menjadi produk sensitif.
↻ Lama baca 2 menit ↬

Promo kondom beli tiga dapat empat

Di dekat sebuah kampus universitas di Sukajadi, Bandung, Jabar, ada bengkel Shop & Drive dan di seberangnya ada Alfamart. Di jaringan bengkel milik Astra itu oli mesin Shell Helix 10W-30 dijual dengan promosi beli dua liter dapat tambahan dua liter gratis. Sedangkan di minimarket itu kondom Sutra dari DKT, sebuah perusahaan yang bermula dari lembaga nirlaba untuk keluarga berencana, dijual dengan promo beli tiga lembar balon dapat empat lembar pelembungan.

Adakah yang aneh? Tidak.

Promo pelumas mesin maupun promo sarung burung berpelincir itu soal bisnis biasa. Hanya kebetulan saja lokasi penjualnya di dekat kampus, dikelilingi rumah indekosan. Pembeli oli dan kondom bisa mahasiswa maupun masyarakat umum.

Walakin kondom bukan barang berbahaya, dan dijual bebas, beberapa daerah melarang minimarket menjualnya. Di Kabupaten Sinjai, Sulsel, menjelang Hari Valentin, Februari lalu, Satpol PP mengawasi penjualan kondom (¬ Sindonews). Langkah serupa ditempuh oleh Kota Makassar (Detik).

Dua tahun silam, Pemkot Mojokerto, Jatim, mengimbau toko ritel membatasi penjualan kondom menjelang Hari Valentin (¬ Gemamedia Mojokerto). Pada 2015 Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini melarang minimarket menjual kondom kepada orang yang belum menikah (¬ Kompas.com).

Apakah display atau pemampangan kondom perlu dibatasi, ditutup tabir pula, seperti halnya rokok di Kota Bogor?

Rokok membahayakan kesehatan. Rak rokok ada di area kasir karena ada larangan menjual untuk orang bawah umur. Selain itu, saya menduga, rokok di belakang kasir itu untuk mencegah pengutilan, padahal konsep minimarket adalah swalayan. Dari sisi peluang, lebih mungkin orang mencuri rokok ketimbang mencolong saset bumbu dapur dan tepung agar-agar. Peluang rokok dikutil sama dengan cokelat batang.

Adapun rak kondom malah di meja kasir. Bukan di belakang kasir. Posisi kasir di belakang rak mini kapotjes itu — istilah generasi kolonial untuk kondom, kalau bahasa Belandanya sih kapotje (baca: ka-po-ciyê). Memang, kondom tak membahayakan kesehatan, malah justru bagian dari alat kesehatan.

Apa perbedaan masalah penempatan rokok dan kondom? Rokok, dengan alasan seperti saya sebut tadi, menjadikan pembeli harus bilang, menyebutkan merek dan jenis, kepada kasir. Jika wajah pembeli terlalu belia, kasir berhak memeriksa umur.

Untuk kondom, di depan kasir, pembeli cukup mengambil sendiri, dan kasir langsung memindai harga. Jika antrean pembeli, sebelum maupun sesudah pandemi Covid-19, selalu berjarak, orang lain tak perlu mendengar orang di depan kasir menyebut merek kondom dan tak melihat dia mengambil yang mana. Hal sama berlaku untuk penguji kehamilan, gel lubrikasi penetrasi, dan tisu pemati rasa untuk penis.

Kondom sampai tisu kebas itu memang barang bebas, namun mengandung unsur privat karena menyangkut aktivitas seksual. Itulah bedanya kondom dan lainya tadi dengan pembalut wanita, yang kemasannya lebih besar, dan orang biasa saja melihat seorang perempuan, dari remaja bawah umur hingga ibu setengah baya, membelinya.

Di Indonesia kondom masih menjadi masalah peka padahal BKKBN sudah berusia 57 tahun, berawal dari PKBI yang sudah berumur 67 tahun. Ide tentang dispenser kondom, seperti kotak otomat minuman ringan, selalu ditolak.

¬ Bukan posting berbayar maupun titipan

Kondom bergembok mengingatkan kepada badong

Saya kira kondom ternyata tisu

Bagaimana cara mengampanyekan kondom

Gimana penjualan kondom selama pada #dirumahaja?

Thong Kosong Berisi Kondom

More time for love, semoga bisa lama

Doyan durian hanya sebagai buah, bukan rasa durian entah di mana

Kampanye Nasional Kondom

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *