“Itu Bu Lanny Budiati dari Bank BCA Digital kok gimana gitu ya, nyebut nasabah yang saldonya nol, atau tabungannya pasif, nggak pernah buat transaksi, sebagai beban bagi bank?”
“Gimana gitu, maksud sampean?”
“Mmmm… belagu gitu.”
“Nggak ah. Emang gitu. Data satu nasabah itu butuh memori, orang IT lebih tahu. Padahal perawatan sistem kan butuh biaya. Kalo rekeningnya pasif atau malah nol, ibaratnya cuma bikin sesak SD card tapi nggak ada manfaatnya. Kayaknya gitu.”
“Lha rekening kita yang dikit itu dicengklong terus buat biaya administrasi atau apalah, malah ada bank yang kasih penalti kalo rekening kita di bawah minimum. Apa itu masih kurang buat bank?”
“Nggak tau. Tapi ibu saya dulu, jaman nggak enak, pernah buka warung buat anak kos, pelanggan pada naruh deposit, masing-masing punya buku, habis makan pada nyengklong saldo sendiri. Ada yang drop out atau lulus atau pindah kos nggak lapor, buku saldo mereka bikin sesak meja kasir. ”
“Beda dong bank sama warung ibu sampean. Setiap bank kan punya aturan untuk rekening mati suri dan saldo nol sekian waktu berturut-turut, bank bisa nutup secara otomatis. Kayak kartu nomor prabayar buat hape gitulah, bisa hangus.”
“Emang. Lalu masalahnya apa?”
“Yah nggak usah diomonginlah, pake nyebut beban segala. Nggak enak dengernya, apabila soal saldo nol itu.”
“Ya gimana lagi. Selama kita punya duit, dan rekening aktif, bakal dianggap teman, ditawari macem-macem, apalagi kalo punya kartu kredit. Tapi begitu miskin di satu rekening dianggap sebagai masalah.”
¬ Gambar praolah: Shutterstock