Berbekal pengalaman komedis (atau komedikal?) sebelumnya, untuk menguangkan wesel, saya bersepeda ke kantor pos dengan berbekal fotokopi KTP. Setibanya di loket pembayaran, dua lembar wesel dan KTP plus fotokopian saya serahkan kepada petugas.
“Bapak mau bayar apa?” tanya Mbak Loket.
“Saya mau ambil uang dari wesel saya,” sahut saya.
“Mau bayar apa, Pak?”
“Ambil wesel.”
“Bapak mau bayar tagihan apa?”
“Ini urusan wesel. Coba dibaca lagi kertas itu, Mbak.”
“Ini nggak jelas untuk bayar apa, Pak.”
“Ya buat mbayar saya. Wesel, Mbak. Maaf, Anda tahu wesel nggak sih?”
Dia baca kertas itu lagi. Lalu dia menatap saya. Sorot matanya bingung.
Lalu saya bilang ke petugas sebelah yang sedang menatap layar, “Mas tolong dibantu. Dia nggak paham wesel.”
Mas Loket meminta wesel ke Mbak Loket. Dia bilang kepada saya, “Dia orang baru. Belum pernah tahu wesel!”
Oh, jagat anyar! Misalnya dia bukan pegawai pos saya maklumi. Generasi Z memang langsung mengenal ATM dan transfer uang secara digital. Tetapi ada yang menarik bagi saya: berarti Pos Indonesia masih merekrut karyawan baru, padahal perusahaan terus menyurut.
Apakah berlaku prinsip zero growth, jumlah pegawai baru sama dengan jumlah pegawai pensiun? Ah, nggak juga. Buktinya kantor pos ini cuma punya dua petugas loket.
Mas Loket segera memproses wesel saya. Seperti biasa tak secepat layanan bank swasta, mungkin kendala pada sistem komputer. Saya punya waktu untuk mondar-mandir dalam ruang lega nan sepi itu, yang semua lampu mati, pasti demi menghemat energi, misalnya sedang panas gerah dan banyak pengantre pasti AC tak sanggup membuang gerah. Dahulu, sampai awal 2000-an, kantor pos ini selalu ramai.
Akhirnya wesel saya bisa menjadi duit. Tetapi hanya selembar, wesel terbaru, yang saya terima bulan ini. Wesel yang lebih lama tertolak oleh sistem. “Sudah kedaluwarsa, Pak,” kata Mas Loket.
“Lho Mas, emang batas waktu kedaluwarsa berapa bulan?”
“Nggak tau, Pak.”
8 Comments
kalo beberapa tahun lalu, justru kantor pos rame, dengan orang yang mau kirim barang,
mau beli perangko aja jadi antri panjang
Sama ambil uang pensiunan pada tanggal tertentu. Dan juga orang kirim surat lamaran pekerjaan.
Mbak Loket baru dan Mas Loket lama, dua-duanya ndembik!
Tentang jawaban “nggak tahu, istri saya jengkel dan marah jika karyawan kedainya ditanya tentang hal-hal di kedai oleh pembeli, menjawab dengan kata kirangan atau tidak tahu.
Yah kalo orang loket emang nggak tau ya gimana.
BTW sepeda saya dulu ada yang saya kasih merek “Tengertos” krn niru jawaban OB di kantor yang suka menjawab tengertos dan kirangan.
Ten ngertos. Mboten ngertos.
Lha tapi mestinya petugas kan tahu karena itu berkaitan langsung dengan pekerjaannya.
Wesel itu produk PT Pos Indonesia, seharusnya semua karyawannya (baru maupun lama) tahu tentang wesel, termasuk kadaluwarsanya.
Lha kalo sdh jarang yang memanfaatkan, padahal e-learning gak tersedia, ya kagok.
Pegawai pos kok gitu om?
Lha ya itu, mungkin jarang ada orang mencairkan wesel. Para pensiunan PNS pun sekarang ke bank kan ya, bukan ke kantor pos.