Setelah mi goreng hantaran tetangga itu habis, barulah saya melihat teks di dasar kotak bening. Namun teks itu terbalik karena dicetak di bagian luar kotak dan memang dirancang untuk dibaca dari luar.
Artinya ketika kotak masih kosong, si pengisi makanan punya dua opsi untuk melihat informasi. Pertama: menengkurapkan kotak. Kedua: mengangkat kotak lebih tinggi dari mata sehingga teks terlihat.
Cara lain? Ketika menghadapi kotak berisi makanan, kalau doyan dan porsinya cukup, ya habiskan saja. Urusan utama adalah menyantap, bukan mencari informasi. Kalau ternyata menemukan informasi, dan kebetulan itu seorang yang kurang kerjaan tapi suka iseng, impulsif pula, ya tulisan itu dia baca.
Ternyata ada beragam cara menuliskan informasi tengah bahan kotak plastik. Ada yang komplet, ada pada tutup dan dasar kotak, ada yang hanya pada tutup.
Lalu saya membayangkan, bagaimana jika teks yang sama lengkapnya ada pada tutup dan alas kotak? Yang pada sisi luar alas dicetak terbalik sehingga dapat dibaca dari atas. Tidak akan menambah biaya kecuali saat mengganti moulding.
Ah, pikiran iseng. Abaikan saja. Lebih wigati membayangkan guru SD menugasi murid mempelajari informasi pada kotak plastik maupun kertas wadah makanan untuk pendidikan lingkungan. Kalau saja saya seorang guru sok kreatif…
“Nikmatilah”, bukan “selamat menikmati”, dalam kotak nasi kuning
Kotak makanan berbahan karton, kenapa tak semua penjual makanan menyediakan?
6 Comments
Saya selalu pakai “cara lain” : menghabiskan makannya tanpa membaca informasi di kotaknya.😁
Tentang guru, saya pernah berkuliah setahun di IKIP Semarang tapi saya tinggalkan karena saat mendaftar lagi ke UNS pada tahun berikutnya ternyata saya diterima. Kawan-kawan kuliah saya di IKIP yang meneruskan kuliah, kemudian menjadi guru, dan beberapa di antaranya jadi kepala SMA/SMP.
Berarti orang normal, tak mau buang waktu untuk mengamati hal sepele apalagi memikirkannya 🤣
Benar 😁
Jadi guru ndak cocok soalnya Lik Jun suka berkaus. 🙈🙊
Benar lagi 😁
💯