↻ Lama baca < 1 menit ↬

Jokowi menyetop ekspor CPO supaya rakyat ayem

Moratorium Presiden Joko Widodo, berupa penghentian ekspor CPO mulai 28 April ini, tentu untuk jangka pendek. Bisa jadi pemerintah lebih menyasar kondisi psikologis masyarakat: tenanglah saudara dan saudari, bahan mentah minyak goreng tak akan dijual keluar karena dalam negeri lebih membutuhkan.

Banyak kalangan menyayangkan keputusan terburu-buru itu setelah terkuak kasus manipulasi izin ekspor yang melibatkan Dirjen Perdagangan LN Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana pekan lalu.

Menyetop ekspor bisa membuat sawit menumpuk dan busuk karena tak terolah. Devisa juga berkurang. Orang-orang pintar pasti punya hitungan berapa kebutuhan CPO domestik dan berapa persen kewajiban memasok kebutuhan dalam negeri (DMO) yang aman banget bagi ketersediaan minyak goreng alias migor alias mireng dengan harga normal.

Tetapi bagi Jokowi mungkin bukan itu masalahnya. Lebih utama setop dulu ekspor, evaluasi kemudian, ketimbang ribut melulu, karena moratorium cuma sementara. Ngapain repot mengawasi kuota ekspor dan pembayaran kompensasi untuk pengusaha minyak sawit — padahal mereka mempekerjakan karyawan.

¬ Gambar praolah: Setkab, Shutterstock

Pertanyaan untuk Dirjenkong Indrasari

Gambar: Rakyat juga butuh jeriken minyak goreng

Gambar: Minyak jenis baru bernama minyak hilang

Gambar: Mari diet gorengan

Gambar: Puan dan kelangkaan migor

Bimoli mini: Aslinya buat ndagel, bukan meledek

Gambar: Menunggu migor dalam gelas mini

Karak Salatiga tak patuhi Mega

Gambar: Mega emoh antre migor, anjurkan rebus

Gambar: Panic buying vs. panci buying