Moratorium Presiden Joko Widodo, berupa penghentian ekspor CPO mulai 28 April ini, tentu untuk jangka pendek. Bisa jadi pemerintah lebih menyasar kondisi psikologis masyarakat: tenanglah saudara dan saudari, bahan mentah minyak goreng tak akan dijual keluar karena dalam negeri lebih membutuhkan.
Banyak kalangan menyayangkan keputusan terburu-buru itu setelah terkuak kasus manipulasi izin ekspor yang melibatkan Dirjen Perdagangan LN Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana pekan lalu.
Menyetop ekspor bisa membuat sawit menumpuk dan busuk karena tak terolah. Devisa juga berkurang. Orang-orang pintar pasti punya hitungan berapa kebutuhan CPO domestik dan berapa persen kewajiban memasok kebutuhan dalam negeri (DMO) yang aman banget bagi ketersediaan minyak goreng alias migor alias mireng dengan harga normal.
Tetapi bagi Jokowi mungkin bukan itu masalahnya. Lebih utama setop dulu ekspor, evaluasi kemudian, ketimbang ribut melulu, karena moratorium cuma sementara. Ngapain repot mengawasi kuota ekspor dan pembayaran kompensasi untuk pengusaha minyak sawit — padahal mereka mempekerjakan karyawan.
¬ Gambar praolah: Setkab, Shutterstock
4 Comments
di Eropa, pasokan bunga matahari dan rapsol juga terganggu sejak perang Ukraina meletus.. isunya sih, bakal membolehkan impor sawit lagi, tapi kita lihat lah gimana.. 😅
tapi lucu ini, yang katrok bikin minyak langka pejabatnya, yang diminta prihatin dan pusing rakyatnya.. 😅
Nah paragraf kedua itu 🤣
Lalu (harapan saya) pasokan untuk memenuhi kebutuhan minyak goreng saudara-saudari, kebutuhan kita, menjadi lancar lagi untuk selamanya.
Harapan yang, tampaknya, tidak akan gampang terpenuhi mengingat masalahnya tidak simpel seperti ditulis Paman di atas. Terlebih jika ada pejabat tinggi yang ikut mengurusi mireng malah korup, seperti bapak Dirjen ndembik itu.
Pertaruhannya berat: sebelum Lebaran apa bisa tersedia minyak goreng dengan harga murah dan tersedia di mana-mana tanpa mengantre maupun berebutan, untuk mireng kemasan maupun curah?
Soal mafia ekspor yang mengakali aturan itu saya setuju dikenai pasal pemberat. Setingkat dirjen, eselon tertinggi dalam kementerian, menyalahgunakan jabatan dengan dampak gak main-main.