Pasti itu kadrun!

Cebong, kampret, dan kadrun dalam politik bahasa kita. Bukan soal sepele.

▒ Lama baca < 1 menit

Cebong, kampret, dan kadrun dalam politik bahasa

“Yang kemarin ngaco dalam demo sampe aniaya Ade Armando pasti kadrun, Oom!” kata Doni Jolali. Kamso langsung menukas, “Kok kamu yakin? Polisi aja nggak bilang gitu. Media juga nggak. ”

Doni pake sekian indikator yang kalau disimpulkan adalah Muslim, pakai kata-kata Arab, beringas, anti-Jokowi. Kamso tertawa, “Gampang amat jadi kadrun. Pendukung Jokowi aja belum tentu pake alasan sesimpel itu.”

“Aku nggak nyoblos Jokowi. Kalo KTP aku DKI mungkin aku dulu milih Anies. Aku kampret tapi bukan kadrun, Oom! Aku Islam tapi nggak suka pake alasan agama buat hal nggak bener, kayak radikalisme sampe khilafah.”

Kamso menghela napas. Dia ingatkan, sehabis Pilpres 2019 dulu Charles Honoris yang menyebut diri cebong dan Rahayu Saraswati yang bilang dirinya kampret, bikin video berdua, mengajak masyarakat menyudahi permusuhan.

“Lah emang iya. Nggak musim lagi cebong kampret. Kalo kadrun kan emang eksis terus, Oom.”

Kamso membelokkan topik ke demokrasi Amrik. Demokrat adalah keledai, Republik adalah gajah. Media pada bikin ikon dua satwa itu setiap kali Pilpres, “Tapi itu label buat partai, bukan buat capres.”

Lalu Kamso meneruskan, Demokrat dan Republik Amrik nggak menolak label satwa. Di Indonesia, kubu Jokowi dan Prabowo juga begitu meskipun mungkin kesal, “Kalo istilah kadrun kan nggak nggak disukai sama yang dilabeli karena itu peyoratif, merendahkan. Kadal gurun, mengarah ke sentimen rasial ke tokoh tertentu karena lokasi geografis gurun. Emang sih di kawasan lain juga ada gurun.”

“Ya biar aja, Oom.”

“Kamu mau, dikasih label yang kamu nggak suka bahkan benci, apapun etnis panutan kamu dan agamamu?”

¬ Gambar praolah: Shutterstock, Deutsche Welle, Wikimedia Commons

Jadi masalah Ade Armando itu apa?

Ade Armando memperjelas polarisasi

Cebong versus kampret atau versus kadrun?

Rumah cebong dan kadal tanpa kampret

2 Comments

Junianto Kamis 14 April 2022 ~ 16.19 Reply

Cebong dan kampret, kemudian kadrun, dan bisa saja nanti suatu ketika akan ada “spesies politik” baru lagi….

Pemilik Blog Kamis 14 April 2022 ~ 16.44 Reply

Zaman dulu ada “kabir” (kapitalis birokrat), setan kota, dan manikebu. Selalu ada cara melabeli lawan melalui bahasa. Penguasa juga minta media dulu menyebut GPK, lha wong padahal mereka punya nama sendiri. Ada pula OTB.

Bahasa bisa dipakai untuk apapun.

Tinggalkan Balasan