Sejarah itu pelit untuk tidak mengatakan selektif, terutama untuk featured images apalagi milestones. Kayak ingatan manusia. Terbatas.
↻ Lama baca < 1 menit ↬

Kenapa media bisa mati lalu PHK redaksi?

Joni Belang heran, kenapa ada media bisa tutup. Pasti itu pura-pura dalam perahu, kura-kura makan tahu.

Maka Kamso menjawab, “Jangankan perusahaan. Yayasan dan badan nirlaba aja bisa tutup, Lé.”

“Perusahaannya yang tutup, atau produknya yang tamat, atau redaksinya yang dilikuidasi, Pak?”

“Sama aja dari sisi awak kapal.”

“Emang mahal ya bikin media?”

“Mahal kalo mau kasih gaji layak, menghargai hak cipta pihak lain, membiayai produksi, maunya hasil bagus sekaligus laku, dan akan jauh lebih mahal kalo besar pasak dari tiang.”

“Tapi ada media yang tetap bertahan meskipun kecil kan?”

“Ya artinya secara bisnis, dan secara entah apalagi, lebih genah.”

“Bisa nggak sih bikin produk bagus dari sisi kualitas dan komersial?”

“Ukuran bagus itu susah. Kalo ukuran komersial lebih mudah.”

“Mestinya nggak gitu dong, Pak. Kalo bagus pasti laku.”

“Orang bikin roti bakar ada yang laris, tenar, sampai buka cabang, padahal semua orang nggak muji enak banget, cuma merasa cocok dan udah biasa aja.”

“Roti bakar ama media kan beda, Pak!”

“Emang. Bikin media berita, musik, film, buku, podcast, konten YouTube, itu ada kesamaan: mau memuaskan kritikus atau memenuhi kebutuhan khalayak sasaran? Kalau yang ideal dan komersial bisa ketemu ya sip.”

“Saya kurang setuju sih. Media itu beda tapi saya nggak tahu gimana ngomongnya…”

“Media sebagai public goods, eh good, Lé? Crowdfunding? Badan nirlaba? Perbedaan perlakuan pajak? Tetap mensyaratkan kompetisi. Ada yang menang ada yang lempar handuk. Kalo ogah kompetisi ya bikin aja media partai.”

“Tapi meskipun mati kan dicatat sejarah ya, Pak?”

“Dicatat? Mungkin. Tapi sejarah itu pelit untuk tidak mengatakan selektif, terutama untuk featured images apalagi milestones. Kayak ingatan manusia. Terbatas.”

“Pahit amat sih, Pak.”

“Nggak. Eh, apa boleh buat.”

¬ Gambar praolah: Picsart

2 thoughts on “Kok media bisa tamat?

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *