Etiket tak memungkinkan pria bertelanjang dada di segala tempat dan waktu yang bikin gerah.
↻ Lama baca < 1 menit ↬

Banyak keringat karena kegerahan di rumah Bekasi

Persoalannya adalah kelembapan. Kerontang kemarau dengan embusan angin kering takkan memaksa kelenjar keringat membuang muatan.

Aku pernah masuk gua basah, dengan lift kerangkeng masuk ke sumur dalam yang dindingnya mengucurkan air tanah, lalu sampai ke lorong, turun ke lorong lagu, dan lagi, memanjang, lalu lega ketika keluar sampai di gua tebing bukit.

Lega karena meninggalkan tempat dingin basah lembap, pakaian terusan pekerja tambang emas warisan Belanda yang aku kenakan sudah basah kuyup. Gerah bukan hanya karena panas.

Ah, terlalu jauh. Berada dalam angkot saat hujan dengan jendela tertutup juga memeras keringat dan mengakibatkan kacamata berembun.

Kelenjar keringatku aktif. Alam sudah mengatur. Dalam cuaca kering, termasuk AC yang dingin kering, kulitku akan busik. Setelah berpeluh banyak lalu dikeringkan AC, peluh akan menjadi pernis kulit, bisa menjadi masalah, sehingga harus ke dermatolog — bahkan terpaksa berkonsultasi via ponsel.

Kulit manja, katamu. Kurang macho, guraumu. Merepotkan menurutmu, karena ketika gerah jadi menderita, kalau kena AC suhu rendah selalu kedinginan padahal bagi orang lain nyaman.

Tapi saat keringatku membanjir melebihi orang lain kadang kamu khawatir akan kesehatanku.

Di saat lain kamu dan anak-anak kadang risi, satu-satunya lelaki di rumah seperti Tarzan karena sering bertelanjang dada.

Dalam gambar cerita wayang dan dongeng zaman Majapahit juga banyak yang tanpa kemeja. Memang, mereka tak hidup nyata hari ini di Bekasi nan panas lengas.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *