Saya yakin saya tak sendiri. Namanya juga diet plastik, yang bisa dilakukan ya sebatas mengurangi. Kalau diet tinggi protein malah harus banyak asupan protein.
Setelah toko tak memberikan tas keresek, lalu stok keresek di rumah habis, repotlah kita dalam menyampah. Tak ada lagi keresek sisa pakai.
Maka solusinya adalah membeli tas plastik keresek yang oleh produsen didaku degradable — bukan yang biodegradable berbahan singkong karena mahal. Saat ini biarlah itu me menjadi jatah penjual makanan dan minuman termasuk tas singkong Starbucks.
Tas yang diklaim lebih ramah lingkungan itu sekantong Rp10.000, saya lupa berapa isinya, saya beli di Pasar Kecapi saat bersepeda. Memang tipis tidak terlalu kuat, hanya untuk sampah ringan.
Untuk sampah basah dan yang keras atau lebih berat ya langsung ke kantong khusus dalam kotak sampah.
Ketika aneka jenis tas plastik gratis, selama puluhan tahun, kita menganggap memang harus begitu, tak perlu keluar biaya untuk menyampah — pun tak usah peduli biaya lingkungan akibat sampah.
2 Comments
di kedai-kedai makan asia (termasuk Indonesia), kantong plastik masih dipakai untuk bungkus. sementara di beberapa kedai dan resto, sudah pake tas kertas.
plastik ini penting karena bisa lumayan mencegah bau makanan menguar saat berada di transportasi publik. meski baunya enak (untuk hidung kita), bagi bule, bau makanan begini begitu agresif. kami bahkan biasanya membawa wadah makan sendiri, atau minimal menggunakan kantong plastik zip-lock jika harus membeli makanan yang sekiranya “baunya luar biasa”..
Waaaaaa menarik ini 👍