↻ Lama baca 2 menit ↬

Mereka bukan robot, tetapi para pramuniaga dari sebuah toko perlengkapan komputer di Ratu Plaza, Jakarta, itu seolah sudah ditempeli chip. Begitu Anda membayar, maka salah satu pramuniaga akan bilang, “Yang ini garansinya setahun, kalo yang ini sebulan, nah yang ini seminggu.”

Di toko lain juga begitu. Termasuk gerai produk digital di toko buku. Misalnya gerai kartu memori dan USB flash disk.  Atau toko resmi Lomo (“embassy”), yang garansinya sepuluh hari.

Sebagai standar pelayanan, itu bagus. Harus, malah. Masih mending kalau cuma garansi toko, bukan garansi pabrik. Tetapi kita, sebagai konsumen, apakah juga memanfaatkan semua jenis garansi?

Saya berani mengatakan “belum tentu”. Ada saja alasan kasusnya.

• Barangnya murah. Kartu memori 2 GB seharga Rp 70.000 dengan garansi setahun, membuat Anda tahu diri, “Ngapain ngurus, belum lagi ongkos transpornya.” Dalam kasus bermukim di Jabodetabek, hal ini bisa diterima. Begitu juga jika Anda tinggal di desa, jauh dari kota.

• Ketiadaan bukti pembelian. Bisa karena tercuci dalam celana, bisa juga karena harus diserahkan kepada bagian keuangan di kantor karena pembelian untuk kepentingan dinas. Mahal atau murah, tanpa nota atau bon berarti tertolak.

• Kemasannya hilang, padahal di sana ada stiker garansi. Menyimpan bungkus dalam sebulan saja belum tentu Anda telaten apalagi setahun. Tanpa stiker, klaim untuk garansi gugur. Tetapi hal ini biasanya berlaku untuk barang murah, misalnya ponsel anyar Rp 200.000-an.

Akhirnya matematika ekonomi diri kita yang bekerja. Kalau barangnya mahal, garansi wajib diperjuangkan. Untuk kamera saku digital merek tertentu misalnya, asal masih dalam garansi setahun maka setiap klaim kerusakan akan diganti barang baru.

Kalau seri sejenis sudah tak diproduksi lagi, ya generasi adiknya. Kalau selewat garansi, katakanlah dua bulan terlewat? Trade in. Misalnya konsumen ditawari memilih servis yang ongkosnya Rp 1,1 juta atau membayar Rp 900.000 tetapi konsumen dapat produk baru sebagai pengganti. Saya pernah mengalaminya, mendapatkan generasi adiknya.

Tentu produsen juga punya matematika ekonomi sendiri. Garansi itu sudah masuk dalam komponen harga jual.

Tinggal konsumen mau memanfaatkan atau tidak.

* ) Dimuat di Kolom Paman Tyo, detikinet Senin 2 Januari 2011

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *