↻ Lama baca < 1 menit ↬

TENTANG YANG TERLIHAT HARI INI…

kompas ber-valentine's day
Dan bahkan Kompas pun sejak kemarin memasang tema Valentin(e) di halaman classified ads-nya. Saya lupa, apakah tahun lalu koran serius itu juga memasang tema hari kasih sayang.

Begitulah adanya, Saudara-Saudari sebangsa dan se(per)blogan. Valentin(e) jadi perayaan banyak orang. Dulu, akhir 70-an, gemanya belum terlalu merata. Hanya majalah remaja metropolitan (misalnya Gadis) yang membahanakannya.

valentine di warung murah

Sekarang? Warung di sebuah tikungan gang pun ber-Valentin(e). Menjual permen Rp 3.000-an. Laris, kata Mas Warung yang hari itu juga ber-pink-ria. Pagi tadi dia jaga warung dengan sepatu rata berwarna dasar perak berhias bunga, kaos kaki putih bergaris jambon, kaos merah jambu, dengan jins yang dilipat ke atas menjadi celana 7/8.

valentine di warung murahPelanggannya dia panggil “say” atau “sayang”. Beberapa dia panggil “cinta”. Lalu datanglah cowok tegap yang pita suaranya mulai berubah, memberikan sebatang cokelat hadiah. Mas Warung merangkul lalu menciumi (semoga hanya pipinya). Si anak meronta dalam tawa, “Sakit, sakit, nggak mau.”

Saya tersentak, jengah, sepersekian detik bingung, sepersekian detik lebih singkat agak gusar, membayangkan anak laki-laki 11 tahunan yang berbulu mata lentik itu anak saya.

Jika itu terjadi siapkah saya? Akankah saya lupa usia dan abai raga, mendadak menjadi petinju (padahal belum ikut executive boxing camp di Senayan), untuk menyelesaikan persoalan melalui punch demi melindungi anak ingusan?

Saya menyetir pelan, menyusuri jalan konblok. Di ujung sana, di bawah pohon, seratus meter dari warung itu, seorang cewek SMP mencium pipi teman cowoknya yang juga berseragam sekolah. Tangan si cewek menggenggam bingkisan kecil. Saya tersenyum sendirian.

Bonus: Renungan Hari Valentin(e) seorang istri

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *