Tak membagikan konten blog di grup WA dan lainnya

Rajin membagikan konten blog ke pelbagai grup WhatsApp bisa mengganggu kegayengan grup.

▒ Lama baca 2 menit

Nggak usah share blog ke grup WhatsApp — Blogombal.com

Ada tiga jenis pertanyaan yang kadang masih ditujukan kepadaku. Pertama, “Kabarnya kamu masih ngeblog?” Kedua, “Ternyata kamu punya blog? Apa namanya?”

Lalu yang ketiga, “Kata si anu kamu punya apa itu… tempat nulis di internet? Apa isinya?”

Untuk menjawab ketiga pertanyaan itu, aku mencomot pertanyaan lain: “Kenapa kamu nggak pernah share postingmu di grup WA?”

Sebenarnya pernah, tetapi hanya di grup tertentu yang warganya pernah tahu bahwa aku punya blog. Lalu aku tak melakukannya karena sungkan, seperti mengganggu komunitas karena dalam pengandaianku anggota grup tak membutuhkan blogku.

Ada alasan lain sih. Aku cenderung pasif di banyak grup. Kalau ada suatu hal penting, dari ucapan selamat sampai dukacita, aku lebih suka secara japri.

Hubungan pasif di grup dan blog? Kalau aku mengirimkan tautan blog ke grup akan sama saja dengan para pendiam dalam grup, jarang menanggapi orang lain tetapi hanya mau berbagi info sedang di kedai, sedang dalam kapal terbang, sedang di tempat wisata, sedang berada di luar negeri, anak diwisuda, cucu menjadi juara ini itu, dirinya tampil dalam seminar, tulisannya muncul di media termasuk buletin internal, berfoto bersama tokoh, atau menerima penghargaan….

Kesanku, kalau anggota grup yang lebih suka pamer diri adalah orang ceriwis yang gemar berbagi dan menanggapi orang lain, bukan orang pasif yang hanya nongol untuk pamer, grup akan menenggang. Kalau aku berbagi tautan blog di grup, rasaku aku seperti kaum yang malas merespons tetapi kecanduan pamer. Apalagi jika saat mengirimkan materi pamer ke grup tak peka suasana.

Tak peka? Misalnya, di bawah info kabar duka, atau tentang anggota yang terkena musibah, eh ada yang berbagi foto sedang menikmati kuliner di resto bagus atau nganyari mobil. Orang macam itu sebelum membagikan konten tak melihat isi terakhir lalu lintas pesan di grup.

Aku khawatir jika asal membagikan isi blogku akan seperti itu, aku bisa menjadi orang tak hirau cuaca dan suasana batin orang lain. Aku khawatir akan serupa anggota grup yang menawarkan dagangan di bawah kabar kematian anggota keluarga seseorang dalam grup.

Bahkan dalam grup keluarga inti dan keluarga besar aku tak pernah membagikan isi blogku. Di banyak grup aku lebih suka dikenal dan diterima sebagaimana mereka tahu aku dengan segala persepsi masing-masing. Mereka tak perlu tahu blogku. Kalau akhirnya tahu karena diberitahu orang lain, atau karena sebuah info di internet, apa boleh buat.

Kalau di Twitter eh X? Aku punya akun blog ini di sana. Hanya saat ingat dan ada niat, termasuk iseng, aku berbagi tautan. Di sana aku kurang interaktif, dan tak setiap hari masuk, kalau hanya berbagi tautan aku khawatir akan dianggap tak tahu diri karena meninggikan diri, sejajar dengan akun media berita yang cenderung hanya searah, bukan berinteraksi.

Lalu buat apa aku ngeblog kalau malas mempromosikan? Jawabanku seperti memutar ulang lagu, jadi tak akan aku ulangi di sini. Memang aku kadang masih mengabarkan isi blogku, namun hanya untuk orang tertentu.

Seorang teman yang juga pengusaha, mengatakan aku tak paham personal branding. Baginya, sudah terbukti, sosok diri akan lebih dikenal jika sering unjuk diri di Facebook dan Instagram, dan itu membawa manfaat dalam pemasaran.

Aku sepakat dengan itu. Namun aku juga mengenali diriku, aku tak suka berbagi foto dan video sosok diri. Aku lebih suka berbagi apa yang aku tangkap dengan kamera ponselku. Bagian diriku yang kadang muncul hanya tangan, dan sesekali kaki. Foto jepretanku adalah bukti aku hadir di suatu tempat. Itu pun kadang tak aku sebut secara eksplisit.

Maka terhadap pertanyaan apa saja yang aku peroleh dari ngeblog saat ini, jawabanku adalah untuk diriku, kesehatan mentalku. Aku tak perlu mengusik kenyamanan sejumlah grup WhatsApp dengan menulis panjang yang akan mereka skip.

Bukankah di Facebook hal itu bisa, dan tak akan dianggap mengganggu orang lain karena promosi blog ada di laman akunku? Di sana terlalu riuh. Aku punya akun lain di Facebook dan Instagram supaya bisa masuk saat menerima tautan atau mesin pencari menggiring ke sana. Di Substack juga ada, begitu juga pelantar lain, tapi aku merasa hal itu merepotkan. Lagi pula aku khawatir di sejumlah pelantar di luar blogku aku malah akan lebih sibuk berinteraksi.

Tetapi di blog ini aku menanggapi komentar, bahwa pemberi komentar kadang tak membaca balasanku, itu soal lain. Memang sih, kadang ada komentar yang tak muncul dalam aplikasi Jetpack untuk ngeblog di ponsel sehingga aku terlambat, atau malah terlewat, menanggapi. Aku mohon maaf.

Lebih dari seorang yang mengkritikku, “Lha memangnya kamu siapa? Hanya orang terkenal yang boleh gitu, cuma nulis tapi nggak berinteraksi di platform lain.”

Kalau hanya orang tenar kawentar-wentar yang berhak demikian, alangkah repotnya bermedia sosial.

6 Comments

Junianto Selasa 28 Oktober 2025 ~ 21.34 Reply

Saya jarang ngeblog, dan tatkala ngeblog kadang tautannya saya bagikan ke sebuah grup WA yang anggotanya kawan-kawan dekat saya — wartawan veteran dan pensiunan wartawan serta dosen dan pensiunan dosen — sebanyak delapan orang. Dan saya tahu mayoritas dari mereka tidak ngeklik tautan blog yang saya bagikan.😅

Pemilik Blog Rabu 29 Oktober 2025 ~ 04.01 Reply

Lha sudah tahu nggak bakal diklik kok tetep share? 🫣

Tapi secara umum orang malas ngeklik URL di WA. Kesan saya gitu. Kecuali tautan ke FB, IG, dan TikTok.

Junianto Rabu 29 Oktober 2025 ~ 08.51 Reply

Tetep share karena iseng😁 dan untuk uluk salam ke kawan-kawan lama (yang sudah kenal sejak puluhan tahun, bahkan ada yang sejak 1985/40 tahun silam).

Pemilik Blog Rabu 29 Oktober 2025 ~ 12.44 Reply

Dalam istilah ibu saya yang berusia 93, uluk salam via WA itu perlu, “Supaya wong liya ngerti yèn aku isih urip.”

Rudy Senin 27 Oktober 2025 ~ 19.35 Reply

Tos Mas Paman! Saya ya amat sangat jarang membagi tautan blog saya di group whatsapp dengan alasan yang mirip.

Pemilik Blog Senin 27 Oktober 2025 ~ 20.33 Reply

Lha ya, dalam bahasa sok bisnis, target market beda. Padahal saya gak tahu profil pembaca blog ini. Tetapi selalu ada dari luar negeri, mungkin pekerja migran Indonesia.

Tinggalkan Balasan