Dalam urusan sampah rumah tangga, saya merasakan perubahan di area saya. Makin bertambah rumah yang tak memanfaatkan bak sampah miliknya di depan rumah. Kantong sampah dikeluarakan, ditaruh di depan pagar, sesuai jadwal edar truk sampah dua kali seminggu.
Saya menduga ada tiga penyebab. Pertama: bak sampah sudah rusak, atau dasarnya di atas got terlalu rendah sehingga menghalangi air saat hujan. Kedua: sudah tak ada bak sampah karena renovasi rumah dengan menghasilkan dua gerbang mobil akhirnya tak menyisakan ruang untuk bak sampah. Ketiga: serupa kasus saya, kalau bak sampah sudah terisi sebelum hari truk tiba, isi bak akan diobrak-abrik pemulung. Petugas truk sampah harus membungkuk dan memunguti sampah dari bak.
Saya paham, para pemulung ingin bekerja efisien. Dengan ganco mereka bedah kantong sampah, lalu mengais barang yang masih dapat dimanfaatkan. Saya sudah menempuh cara memisahkan barang yang mereka butuhkan, bahkan dalam wadah, tetapi pemulung berikutnya karena tak kebagian barang pasti membedah kantong dan mengobrak-abrik isi.

Berurusan dengan pemulung harus bijak. Mereka tahu rumah kita tetapi tidak sebaliknya. Tutup sampah saya cepat rusak karena mereka banting, saya mengalah. Demikian pula ketika kantong jumbo berisi tiga empat kantong sampah ukuran sedang itu mereka ambil, tetapi isinya dituang lalu dibedah sehingga berantakan, saya menahan diri karena tak memergoki langsung.
2 Comments
Di rumah, istri saya rajin memilah sampah, termasuk barang-barang yang biasanya diambil oleh pemulung. Pemulungnya tinggal angkut saja tanpa harus mengacak-acak sampah lainnya.
Kalau saya sekarang malah menyisihkan botol plastik dan kardus lalu saya berikan kepada seseorang, kadang saya yang ke rumahnya.
Sebenarnya pemulung adalah bagian dari ekosistem sosial daur ulang dan daur pakai.