“Kuwi piyé Mas, Kejaksaan Agung bikin MOU sama operator telko buat nyadap? Nggak jelas dasar hukumnya, privasi warga tambah terancam,” keluh Kantil Kemayu.
“Hmmm…,” sahut Kamso.
“Kok Mas Kam santai aja?”
“Hmmmmhhhh…”
“Mbok sing serius, Mas.”
“Ada hukum saja negara bisa sesukanya apalagi kalo nggak ada. Bagi mereka, intersepsi tuh soal hak yang didukung teknologi. Cuma nerusin imajinasi George Orwell tahun lima puluhan, big brother is watching you.”
“Terus gimana soal privasi?”
“Tanpa MOU, aparat juga bisa ngehack hape warga, pake tim internal maupun minta tolong orang yang bisa. Waktu rame demo nolak militerisme, hape mahasiswa yang demo juga diretas. Tanpa ada demo, data pribadi juga bocor, email udah compromised, semua info konsumen di marketplace jadi jualan. Gitu juga bobolnya server nasional di zaman Budi Arie.”
“Terus piyé, Mas?”
“Embuh. Dulu keluarga Denny Siregar jadi sasaran gangguan, soalnya data dia di telko dibagiin sama anak outsource. Tahun lalu eh sebelumnya, nomor hape anak-anak redaksi di media yang itu kena hack, tapi operator kuat, kabarnya korban susah nyari pengacara yang mau bantu nggugat. Dulu zaman nggak enak, waktu Kudatuli 1996, operator pager kayak Starko diminta aparat nahan info. Belum banyak hape, banyak wartawan kerepotan.”
“Bukannya negara mestinya melindungi warga?”
“Mungkin prinsipnya kami bisa melindungi kalian kalo tahu semua data kalian satu per satu, seberapa sering pake pay later, atau malah ambil pinjol buat judol. Atau malah berapa kali kamu ngisi e-wallet berondongmu yang baru, beliin iPhone segala, dikirim via kurir.”
“Ngaco! Huh! Awas ya!”
¬ Ilustrasi dihasilkan oleh kecerdasan alami level payah
3 Comments
“Kecerdasan alami level payah”
Aya-aya wae :D
Btw sadap-menyadap ini dikasih woro-woro buat menggertak koruptor, apa manjur yak?
Lho, salah to?
Kecerdasan artifisial terlalu mainstream
Koruptor cuma takut kalo jadi miskin