“Aha! Ini dia Mbak Sri yang kaya!” saya berseru dalam hati saat melihat buah srikaya mentah masih menggantung pada cabang pohon kurus. Mata saya menangkap buah itu tadi pagi usai memotret tiang telepon yang menjadi tiang portal. Pohon itu di dekat tiang.
Saya tak tahu mengapa buah ini, Annona squamosa, dinamakan srikaya. Dalam bahasa Jawa, sri berarti cahaya, indah, raja atau ratu. Adapun kaya bisa berarti seperti maupun harta. Maka ada istilah raja-kaya, artinya aset berupa ternak, melengkapi raja-brana yang berarti harta berupa emas dan berlian.
Dalam bahasa Inggris, srikaya adalah sugar-apple, custard apple, sweetsop, dan sugar pineapple. Saya doyan srikaya namun bukan penyuka. Maksud saya doyan dalam bahasa Jawa: tak menolak namun bukan ngèmèl. Apakah kaya toast, roti panggang Malaysia Dan Singapura, menggunakan selai srikaya? Belum tentu. Sila lihat laman Visit Singapore.
Lalu ini soal lain. Kenapa orang dalam foto srikaya tak saya hilangkan dengan aplikasi ponsel? Tadi saya punya jepretan tanpa orang, namun saya memilih yang ada sepeda motornya dan anak naik sepeda karena… memang mereka saya tunggu. Sayang untuk motor melintas, ponsel saya punya jeda rana (shutter lag) yang payah.
Untuk memotret sesuatu di ruang publik kadang saya membutuhkan bukti kehidupan berupa orang. Untuk buah di jalan, misalnya, saya pernah melakukannya saat memotret jambu air yang tergeletak. Ada motor di latar belakang. Dan itu memang saya tunggu setelah memotret jambu tanpa orang.
2 Comments
Dahulu saya pernah mengira “selai” sari kaya dibuat menggunakan buah srikaya (di kampung saya disebut sirkaya, dibaca sirkoyo).
Ya betul: sirkoyo, dapat gelar dari Kerajaan Inggris 😅