Kawung, saya membatin. Lalu di Stasiun Tugu, Yogyakarta, itu saya teringat salah satu sarung batik saya. Kawung termasuk motif batik yang populer sejak dahulu.
Ada yang menyebut tanaman palma kawung sebagai aren atau enau (Arenga pinnata) dari suku Arecaceae. Gula aren kini digemari sebagai pemanis es kopi susu, padahal tanpa aren sudah manis. Sedangkan buah aren, yakni kolang-kaling, banyak dicari saat Ramadan.
Adapun hasil pohon aren yang makin menipis penggemarnya adalah daun kawung untuk sigaret tingwé — saya belum pernah mencobanya. Di Tugu, si kawung menjadi motif partisi lorong dari metal yang dilubangi dengan teknologi laser, lalu dicat abu-abu tua tanpa kilau.

Saya menganggap pemasangan partisi kawung modern ini sebagai unsur rejuvenasi (peremajaaan) dalam restorasi (pemugaran) dan revitalisasi (menghidupkan kembali) bangunan lawas. Secara fungsional tabir dekat musala ini tak mengganggu lalu lintas orang karena jumlah orang yang boleh masuk stasiun dibatasi. Tidak seperti dulu, siapa pun bisa masuk bahkan naik ke kereta padahal tidak pergi.
▲ Pohon aren yang menghasilkan gula aren dan buah kolang-kaling. Foto: Junaidi Hanafiah / Mongabay Indonesia
Lalu? Motif pintu pagar makin kaya apalagi setelah ada teknik lubang laser. Apa pun bisa. Motif batik dan gambar gunungan wayang termasuk di dalamnya karena mudah diterapkan sebagai hasil pendesainan dengan komputer.