Selebaran fotokopian, COD, dan belanja lansia

Fotokopian mengatasi blokir promo via WhatsApp. Opa-opa berbelanja di TikTok.

▒ Lama baca < 1 menit

Fotokopian promo masih laku, Landis suka belanja COD — Blogombal.com

Di keranjang paket saya ada fotokopian entah hasil penggandaan versi kelompok berkas (batch) ke berapa. Hasilnya kurang tajam, namun kepadatan tinta dinaikkan. Saya menduga ini hasil fotokopian dari brosur berwarna. Lalu apa menariknya?

Saya berpengandaian, selebaran fotokopian masih laku karena promo via WhatsApp dari nomor tak dikenal, atau dari akun bisnis yang tak dibutuhkan penerima, akan diblok bahkan dilaporkan sebagai spam. Kalaupun dibaca, setelah itu dihapus.

Fotokopian promo masih laku, Landis suka belanja COD — Blogombal.com

Soal lain dari promosi perusahaan logistik, yang oleh konsumen lebih dilihat sebagai barisan kurir, adalah COD. Cash on delivery atau bayar setelah pesanan tiba rupanya digemari konsumen. Saya belum mencari data, dari total pengiriman belanja daring suatu periode, ceruk COD mencapai berapa persen. Dari sisi perusahaan logistik saya tak paham perhitungan maslahat ekonominya.

Sudah banyak cerita tak menyenangkan dari sisi kurir perihal COD. Beberapa kali saya melihat kurir kuciwa karena pemesan tak ada di rumah. Bahkan saya pernah menjadi saksi, tetangga yang terima barang dan membayar karena rumah si pemesan kosong.

Fotokopian promo masih laku, Landis suka belanja COD — Blogombal.com

Akan tetapi dalam demam COD saya mendapatkan temuan terbatas. Beberapa lansia pensiunan, sudah kakek-kakek, menyukai COD, bahkan mereka melakukan belanja daring via ponsel setelah mengenal COD.

Empat dari lima kakek yang saya tanya berbelanja melalui TikTok. Seorang pensiunan guru SMP yang selalu punya stok camilan dan lauk kering, memesan ampyang dari Jogja, belut goreng dari Klaten, dan abon dari Boyolali secara COD. “Ongkirnya murah kok, Mas. Coba aja,” katanya.

Alasan mereka sama: berani COD karena tak punya e-dompet maupun m-banking, namun pasti mereka di rumah terus. Kalaupun harus pergi, uangnya mereka titipkan orang rumah. Hidup lansia!

Ada juga opa maupun oma yang dipesankan secara COD melalui Shopee atau Tokopedia oleh putra atau putrinya. Anak-anak itu tinggal menitipkan uang ke ortunya.

Kenapa belanjaan tak dilunasi di muka secara daring, saya belum mencari tahu alasannya, padahal kalau anak-anak itu berbelanja selalu lunas di depan.

Seorang ibu muda bilang kepada saya, “Biasanya papa tinggal kirim link ke WA aku.” Salah satu pesanan si papa yang gemar bertukang itu adalah panel sel surya. Si ibu muda menunjukkan lapak toko di ponselnya. Si papa menunjukkan panel suryanya, “Dirakitnya entar aja.”

Ada sih anak yang ngedumel, menganggap ortunya konsumtif, lapar mata lantaran layar ponsel.

Tinggalkan Balasan