Nah, cahaya kemuning lebih memesona, kan?

Dalam interior yang tepat, lampu kuning menghadirkan aura keemasan.

▒ Lama baca < 1 menit

Cahaya kekuningan kereta api Argo Bromo yang mewah — Blogombal.com

Dalam foto ini, cahaya kekuningan makin menghadirkan suasana mewah, beraura keemasan, karena interior gerbong mendukung. Salah satunya adalah dinding logam berkilat. Tentu pemilihan lampu dan tata letaknya sangat berperan.

Kapsi foto tunggal Kompas (Senin, 2/6/2025) mengisahkan:

Penumpang menikmati fasilitas di suite class compartment pada kereta api Argo Bromo Anggrek tujuan akhir Stasiun Pasar Turi, Surabaya dari Stasiun Gambir, Jakarta Pusat, Minggu (1/6/2025). Kehadiran layanan premium ini menjadi yang pertama di jalur utara Pulau Jawa, setelah sebelumnya diperkenalkan pada kereta api Bima dan Argo Semeru yang melintasi jalur selatan.

Inilah hikmah teknologi LED. Lampu lebih hemat daya, sangat beragam bentuknya, dan tak sepanas lampu wolfram apalagi halogen. Untuk warna cahaya dan temperatur warna, sila baca arsip bulan lalu.

Lampu kekuningan lebih memesona — Blogombal.com

Saya tak tahu mengapa banyak orang lebih suka lampu kemuning ketimbang putih dingin serupa neon zaman lampau. Mungkin karena endapan memori turun temurun yang belum ditamatkan evolusi: sumber cahaya adalah api, pendar warnanya jingga, memapar wajah, dinding, dan benda lain. Padahal api yang bagus, dari kompor sumbu apalagi gas, warnanya kebiruan, tak banyak menjejakkan jelaga.

4 Comments

Ndik Rabu 4 Juni 2025 ~ 10.26 Reply

Ya seperti Kita ketahui, cahaya itu ada emit gelombang elektromagnetik, seberapa bisa body Kita menerima itu tentu sudah ada yg meneliti, perbedaan emisi cahaya mungkin berpengaruh pada tingkat konsentrasi Dan kinerja otak. Entahlah nanti Kalau warna di gerbong itu diganti biru atau kedip2 layaknya diskotik, nanti penumpang malah degleng Dan berharap pramugarinya striptis. Tentu Ini akan menimbulkan masalah Baru yg tidak perlu. Masih ingat Rona warna pada cetakan film 35mm om? Beda Merk beda Rona yg dihasilkan, misal Konica agak kekuningan, Fuji agak kehijauan, bagaimana kesan om Dulu sebagai pengguna, apa beda Merk beda Rona beda pula peruntukannya?

Pemilik Blog Rabu 4 Juni 2025 ~ 15.25 Reply

Betul. Kodak kurang menampilkan kesegaran alam tropis. Film Sakura dari Kyocera bilang hasil jepretan produknya lebih indah dari warna aslinya.

Pada film negatif, hasil tergantung proses cuci cetak. Kalo di slides perbedaan lebih kentara. Di film (dan movie) buatan Amerika dan Eropa, kulit orang kita cenderung lebih cokelat.

Badu Jumat 6 Juni 2025 ~ 11.10 Reply

Apakah merek Kodak di masanya memang sepopuler itu sampai muncul istilah Mat Kodak untuk juru foto, bukan Mat Fuji atau Mat Konica?

Pemilik Blog Jumat 6 Juni 2025 ~ 11.57

Ya, barang George Eastman memang legendaris. Dulu orang kita jarang bilang kamera melainkan tustel dan Kodak — jenama menjadi nama benda, seperti Rapido dan Spidol. Ketika Agfa, Rollei, Ilford, muncul, di Indonesia juga kurang dikenal. Apalagi merek Jepang, dari Fuji ( Fuji Film dan Fujica) dan Kyocera (Sakura, Konica). Maka Ed Zoelverdi betul, bikin buku Mat Kodak.

Untuk gambar hidup, Eastman Color dulu andalan, kan?

Tinggalkan Balasan