Melihat sejumlah poster hasil fotokopian di Jogja aku merasa terwakili. Kemasygulanku, dan banyak orang, tentang Indonesia yang tidak sedang baik-baik saja, mendapatkan katup pelepas. Katup itu ada di jalan, media berita terlembagakan, dan media sosial.
Saat ini aku pesimistis dengan Indonesia, bahkan dalam beberapa hal aku apatis. Sakarepmu, pèk’en kabèh Indonesia. Kira-kira begitu sikapku terhadap pemerintah dan partai. Gambar & Opini yang aku buat terakhir tentang Hasan Nasbi, 5 Mei 2025.
Sebenarnya Indonesia mulai mulai buram bagiku sejak skandal Mahkamah Konstitusi soal cawapres. Lalu bertambah dan bertambah lagi dengan sejumlah kasus, termasuk skandal pagar laut yang seperti aku khawatirkan akan menguap dan ternyata terbukti, lalu ada revisi UU TNI.
Maka gambaran kelam Indonesia dalam peringatan 27 tahun reformasi kurang aku pedulikan. Usiaku sudah tua. Apa yang terjadi nanti, dalam Indonesia Cemas 2045, takkan aku alami. Lebih baik aku menulis hal ringan, karena memang itu default-ku, kalau pun masih bicara politik cukup menyindir melalui Kamso & Kamsi dan Komedi Indonesia.
Atau aku cukup membagikan tangkapan layar isi berita di media, tanpa peduli banyak orang sudah tahu. Banyak orang? Hmmm… Tahu suatu berita adalah satu hal, dan peduli adalah hal lain. Bahwa sekian berita penting kurang diperhatikan, itu menyangkut selera publik dan kesadaran mereka tentang masalah Indonesia. Atau mungkin mereka lebih parah ketimbang aku dalam hal pesimisme dan apatisme.
Ada juga unsur kekhawatiran personal, yang bagi orang lain cuma cerminan ke-ge-er-an diriku. Aku sadar, aku bukan siapa-siapa, bukan pemengaruh, kalau blog ini tamat, atau aku yang ditamatkan, khalayak takkan kehilangan. Aku paham posisi diriku dalam kehidupan sosial: datang tak menambah, pulang tak mengurang. Trafik blog ini pun rendah, tak pernah bergema.
Tetapi bukan tidak mungkin, justru karena aku nobody maka bisa jadi sasaran antara, untuk mengingatkan mereka yang gemar mengkritik agar menginjak rem. Tak enak jadi sasaran antara, sejak fitnah, doxing, pembunuhan karakter, dan seterusnya yang lebih buruk.
Kasus terakhir, penulis di Detik yang terancam, dan peretasan situs Perludem, adalah sinyal. Aku berasumsi, bagi peretas mestinya lebih bermanfaat mengganggu situs yang trafiknya sangat tinggi, yang merajai jagat web. Atau malah sekalian mengganggu situs judi.
Aku memang bukan pemberani. Sejak Ramadan lalu ada sejumlah draf matang yang aku batalkan untuk terbit.
2 Comments
BTW lama juga Om Kamso dan Tante Kamsi enggak nongol. Apakah ada dalam draft-draft matang itu?
Bukan di Kamso & Kamsi, sih 🙏