Kasir ini tetap bekerja dengan cara lama, padahal warung sotonya laris dan misuwur. Yang namanya pembukuan dilakukan sesuai namanya: dengan buku. Dalam hal ini buku tulis besar tebal bergaris. Karena dia tetap membutuhkan garis tegak untuk kolom, maka dia libatkan mistar.
Meja kasirnya cukup setengah biro, dari kayu jati yang permukaannya berlapis formika, hanya diisi kertas dan kalkulator. Bukannya sekarang ada cara praktis dalam pembukuan warung, dari pelibatan mesin kasir hingga aplikasi dalam laptop dan tablet?
Soal peralatan digital mungkin di bagian dalam warung, atau back office, sekalian menghitung pajak. Namun yang penting semuanya tercatat, adapun soal alat dan integrasi dan konsolidasi data, setiap pengusaha punya cara. Termasuk soto Kadipiro, Jogja, yang buka pukul 7.30 sampai sehabisnya.
Maka saya teringat beberapa warung makan jadul masakan Cina. Jika pengurus kedai adalah orang tua, mereka tak perlu alat digital. Malah saya pernah menjumpai masih ada yang menggunakan swipoa atau abakus.