Bukan hal baru ada gereja, dalam arti ruang ibadat, di mal dan ruko. Dan ada juga yang memanfaatkan balai pertemuan umum yang besar.
Ada sejumlah kemungkinan mengapa tempat ibadat memanfaatkan kawasan belanja, bukan di gedung gereja, misalnya:
- Belum cukup dana untuk membuat gedung sendiri setelah memiliki lahan
- Pilihan praktis ketimbang membangun gedung meskipun dari sisi perizinan tak dipersulit
- Opsi terpaksa karena membangun gedung gereja dipersulit
Apakah ruang kebaktian di ruko yang saya foto ini karena perizinan sulit? Saya belum mencari tahu.
Tetapi isu pembangunan gedung gereja dipersulit, bahkan kebaktian di tempat darurat di atas lahan sendiri pun diganggu, bukan hal baru. Kebaktian Natal di rumah tinggal pun direcoki.
Di Jakarta selama bertahun-tahun sempat ada umat gereja yang melakukan misa rutin di aula sebuah sekolah Katolik. Juga di Jakarta, pemanfaatan function hall di sebuah mal untuk kebaktian Minggu ditentang warga sekitar.
Kasus di Cilegon, Banten, adalah potret keanehan kebebasan beribadat. Menag Yaqut Cholil Staquf, dari periode kepresidenan sebelum sekarang, diabaikan. Pembangunan gedung gereja di sana dihalangi, pihak penolak gereja memagari lahan. Untuk info latar sila baca opini Rektor UIN Sultan Maulana Hasanuddin, Wawan Wahyudin dalam laman Kemenag (2022).
Ini memang masalah peka. Begitu sensitifnya sehingga kontraktor renovasi sebuah rumah di Jakarta didatangi anggota laskar atas nama agama karena… ada lubang ventilasi berupa tanda +. Mereka mendakwa rumah tinggal akan dijadikan gedung gereja.
Tentang alasan keberatan pembangunan rumah ibadat ada bermacam-macam, dari yang terus terang sampai mbulet. Yang terus terang misalnya, “Karena Anda berbeda dari kami.”
Adapun yang mbulet, juga beragam. Misalnya pengurusan surat izin yang dulu disebut IMB dan kini PBG (persetujuan bangunan gedung).
Ada pula alasan jumlah umat yang akan memanfaatkan rumah ibadat itu sedikit kalau dari warga sekitar, yang masih sekelurahan. Yang akan memanfaatkan adalah warga wilayah lain. Gereja, terutama Protestan, itu terdiri atas sekian banyak denominasi. Lazimnya orang hanya beribadat di gereja yang sesuai alirannya.
Tentu bisa muncul debat, mengurus izin dipersulit padahal ada rumah ibadat dari kaum penolak yang tak berizin. Pun debat mengapa rumah ibadat penolak dimanfaatkan pula oleh warga dari luar area.
Sebetulnya apa pangkal penolak? Kadang tak disuarakan terbuka. Pertama, soal tadi, “Karena Anda berbeda dari kami.” Kedua, takut terjadi konversi iman.
Perbedaan adalah bagian dari kekayaan Indonesia. Adapun ganti agama adalah sesuatu yang sangat personal, melalui permenungan pribadi, termasuk perbantahan internal dalam diri; tak semudah tukar tambah ponsel.
Tentu, halangan dalam beribadat dan memiliki ruang ibadat tak hanya dialami gereja. Peristiwa di Cikeusik, Pandeglang, Banten, pada 2011, adalah salah satu contoh (¬ Wikipedia Indonesia).
Penolakan pembangunan masjid juga terjadi di Bogor karena alasan aliran (¬ CNN Indonesia, 2022), dan di Jakbar karena alasan sengketa peruntukan lahan (¬ CNN Indonesia, 2021).
Apa pun citra politis Anies Baswedan bagi sementara kalangan, nyatanya semasa menjadi gubernur DKI dia memperlancar izin pendirian gereja. “[…] ada begitu banyak izin gereja yang mandek 30-40 tahun dan tuntas dibereskan” kata Anies (¬ Metro TV News, 2023).