Parkir dengan mesin hidup itu urusan pribadi

Kita tak mau terpapar asap knalpot. Tapi saat memarkir mobil bagaimana?

▒ Lama baca < 1 menit

Adab lingkungan: jangan parkir sambil membiarkan mesin menyala — Blogombal.com

Klik. Jadi satu foto. Lalu terdengar hardikan dari samping, yang pintunya terbuka, “Maksudnya apa Pak, motoin segala? Buat apa?”

Dia pemilik warung di ruko Pondok Gede Asri, Kobek, Jabar, sebaya saya, wajahnya keras. Sambil mengacungkan jempol, sementara ponsel sudah masuk saku, saya menyahut, “Keren ini, Pak! Boleh saya foto, kan? Buat pendidikan, ngingetin anak-anak jangan parkir tanpa matiin mesin.”

Dia tersenyum sedikit, mengangguk, dan kembali asyik dengan ponselnya, duduk di belakang kotak kaca makanan. Saya bilang terima kasih. Lalu klik lagi. Dan berterima kasih lagi. Kedua tangan saya tertangkup di dada. Lalu saya pamit, “Mari, Pak…”

Saya tak tertarik membahas susunan kalimat pada papan itu. Intinya jelas: para pengemudi harus mematikan mesin saat memarkir mobilnya, agar tak menambah polusi dan panas.

Masuk akal, kita juga tak mau terkena asap knalpot orang lain, apalagi sampai kepanasan. Masalahnya, misalnya saat menunggu pasangan ke ATM, apalagi dalam toko, apakah kita dapat memastikan urusan akan usai dalam dua menit?

Saya sih lebih suka mematikan mesin dan membuka jendela. Bagusnya, mobil hibrida sekarang ada yang saat stop-and-go di jalan, misalnya di lampu merah, mesin bensinnya bisa mati sendiri. Likuran tahun silam, teman saya, perempuan diplomat RI di Bern, Swiss, setiap kali berhenti di lampu merah mematikan mesin mobil.

Saya ingat, di parkiran terbuka, misalnya di pelataran Citos, Jaksel, dulu sering terlihat banyak mobil terparkir dengan mesin menyala. Isinya sopir rebahan di dalam, menikmati kesejukan AC. Satpam membiarkan.

Saat saya berkantor di Jalan Langsat, di area Jalan Ahmad Dahlan, Jaksel, mobil penjemput siswa SMA swasta di sana banyak yang parkir di depan rumah warga, menunggu sinyo dan noni, selama sejam lebih dengan menyalakan mesin.

Biasanya pelakunya adalah mobil bagus, dari Camry, Fortuner, dan yang lebih mahal dari itu. Apa hubungannya? Mobil-mobil macam itu dipegang oleh sopir. Malah ada yang sopirnya berseragam korps keamanan negara. Bukan mereka yang membeli bensin maupun solar.

Bagi mereka, rebahan di balik kemudi, dalam ruang ber-AC, sambil menikmati musik dan memainkan ponsel itu urusan pribadi. Soal polusi dan panas, peduli amat.

Saya pernah menegur sopir macam itu yang memarkir mobil dengan mesin menyala. Jawaban sopir, “Bentar aja, Pak.”

Saya bilang, “Bentar apaan? Udah dari tadi kan?”

“Ya maksud saya bentar lagi saya jalan.”

“Pokoknya pindah dari sini, matiin mesin. Saya mau keluarin mobil.”

Tinggalkan Balasan