Si pemberi tanda mata kopi cold-brew menyertakan welingan, “Jangan banyak-banyak ya minumnya. Ini kopi konsentrat.” Lalu sebotol kopi itu saya masukkan kulkas. Tak sabar rasanya menikmati cold-brew Naughty Goat dari Bali ini.
Saya suka kopi namun bukan tergolong coffee aficionado. Sekadarnya dalam menikmati tanpa pemahaman mendalam, dan tidak ngoyo belajar memahami sampai makrifat perihal kopi demi pergaulan.
Sebagai penikmat kopi kelas biasa saya tidak suka espresso. Terlalu pekat. Padahal kata kartu dalam kemasan, kandungan kafein kopi ini 0,36 persen. Artinya per 30 ml setara dua cangkir kecil espresso.
Saya coba satu seloki memang terasa kuat. Rasanya pas dalam arti keasaman maupun tingkat kemanisannya, dengan rasa tipis tanah. Tetapi itu miturut lidah saya. Kata produsen dalam kemasan: jangan minum lebih dari 100 ml dalam 24 jam. Salah-salah bisa diare, jantung berdebar, atau sulit tidur.
Selain amerikano anyes saya suka cold-brew. Bikin cold-brew pernah, dengan kopi gilingan sendiri, bahkan membeli botol kaca kecil seperti gaya kedai kopi, tetapi rasanya tak memuaskan. Hanya dua jenis kopi dingin itu yang saya suka. Secara umum saya suka kopi panas tanpa gula, kecuali pahit dan asamnya melebihi toleransi lidah.
Cold-brew coffee diseduh dengan air dingin, lalu dibiarkan 6—12 jam. Versi kambing nakal dari single origin Eden didiamkan 40 jam. Peyajiannya bisa apa adanya, boleh pula dicampur susu UHT.
Seperti umumnya cold-brew, kambing nakal tidak langsung menendang. Ini sesuai fitrah cold-brew yang lebih lembut, tak sekeras kopi panas yang langsung menguarkan aroma dan rasa asal.
Kopi akhirnya menjadi gaya hidup. Artinya bukan minuman biasa peneman pagi dan sore tetapi disajikan dalam pelbagai rasa, gaya, atmosfer tempat, dan cerita, agar membangkitkan apresiasi penikmatnya. Bahkan cerita tentang bagaimana kopi ditanam dan dipanen, termasuk aspek sosial ekonominya semisal fair trade, menjadi penebal pemahaman.
Kopi adalah produk pertanian. Gangguan iklim, cuaca, dan hama — atau malah gangguan keamanan — bisa mengurangi kualitas maupun kuantitas produksi. Belum lagi kalau pohon baru tak ditanam dan lahan menyusut. Kalau kopi menjadi langka, harganya akan mahal. Artinya bagi orang Indonesia, kopi bagus bisa sulit diperoleh, kecuali punya uang, karena yang bagus diekspor.
¬ Bukan tulisan berbayar maupun titipan
4 Comments
“Kegagalan” uji coba coldbrew waktu itu seperti apa, Paman? Apa mungkin takaran kopi kurang banyak?
Mungkin karena itu 🙈🙈🙈
Kopi itu di beberapa Kita yg memiliki budaya ngopi, cenderung bergeser jadi Sarana bercengkerama, tak beda dengan udud, di Batam yg memiliki budaya ngopi, mungkin tak ada yg tak kenal toko roti yg menyediakan makanan Dan minuman layaknya kafe, ngopi Jadi Salah satu Alasan orang mampir selain beli produk utamanya ya roti itu. Ngopi disini biasanya akan bersua sesama pengopi, saling say hi Dan haha hihi akrab berujung ngobrol bisnis triliunan, jebule makelar2 Ra cetha. Kopi akan memiliki cerita yang Panjang, kalaupun padang habis Dan tanaman tak beregenerasi Lagi, kopi akan selalu ada, artificial mungkin dengan perisa kopi atau bergeser dengan komoditas lain yg dikopikan. Di tulungagung saya ingat nongkrong hore Ra cetha, ngopi tentunya, unik, kopi Dari kacang ijo
Itulah yang saya sebut “Kopi akhirnya menjadi gaya hidup. Artinya bukan minuman biasa peneman pagi dan sore tetapi disajikan dalam pelbagai rasa, gaya, atmosfer tempat, dan cerita dst…”
Namanya juga gaya hidup dan hidup nggaya 😇