Jogja kota bilbor

Bilbor memang menghasilkan pajak reklame, tapi mestinya dibenahi.

▒ Lama baca 2 menit

Halo Mas Hasto! Jogja kota bilbor — Blogombal.com

Orang lain berhak mengatakan mata saya siwer karena tak langsung mengenali lampu merah berlatar bilbor. Orang lain juga berhak mendebat mengapa di Jakarta mata saya tak terganggu oleh jejeran menara beton kaca yang melatari lampu bangjo.

Baiklah, dalam diri saya, dari sisi visual, soal bilbor Jogja itu terlalu ramai. Jogja yang saya maksud juga mencakup Kota Yogyakarta dan antara lain Kabupaten Sleman.

Saya hanya menuliskan kesan saya. Tanpa mencari data berapa densitas media luar ruang di setiap area dan spot. Pun tak merujuk persentase pendapatan daerah dari pajak reklame. Jadi, soal kesan saya itu mungkin tak rasional.

Masih soal visual, misalnya potongan foto di atas menjadi captcha dan sejenisnya, untuk menandai apa saja yang termasuk bilbor, mungkin mengesalkan bagi Anda yang siwer seperti saya.

Halo Mas Hasto! Jogja kota bilbor — Blogombal.com
SOAL | Coba hitung, berapa jumlah keseluruhan bilbor dalam gambar ini, termasuk yang di latar jauh.

Okelah, kalau dibilang tebaran bilbor adalah bagian dari potret modern kota. Tetapi kalau semrawut, apanya yang modern? Ketika pemandangan dipindahkan ke lukisan, sketsa, dan karya visual lain mungkin menarik, namun dalam kenyataan belum tentu.

Halo Mas Hasto! Jogja kota bilbor — Blogombal.com

Tiang bilbor di bahu jalan, lalu bilbornya di atas jalan, bagi saya kurang elok. Mengganggu pemandangan. Saya hanya dapat berharap, dari sisi keamanan dan keselamatan publik maka konstruksinya dirancang dengan saksama. Jangan sampai ada angin kencang, ribut pula, lalu papan reklame tersebut tanggal.

Halo Mas Hasto! Jogja kota bilbor — Blogombal.com

Saya tak paham urusan teknis konstruksi, namun kerap waswas terhadap bilbor. Menara pemancar stasiun TV saja bisa ambruk apalagi cagak bilbor. Dalam pikiran awam saya, bidang bilbor itu seperti layar perahu, bisa didorong oleh angin.

Halo Mas Hasto! Jogja kota bilbor — Blogombal.com

Untuk bilbor di tikungan, ya apa boleh buat. Itu memang pakem media luar ruang karena lokasinya strategis. Tetapi aneh jika di tikungan pun ada bilbor yang melambai di atas badan jalan. Lihat gambar di atas. Kalau memang tempatnya tak cukup ya dibatasi. Kaveling kontrak untuk tiang pancang dilelang secara terbuka.

Halo Mas Hasto! Jogja kota bilbor — Blogombal.com

Adapun bilbor di bawah ini, di Demangan Kidul, masih lumayanlah karena si papan iklan hanya di atas trotoar, tak sampai badan jalan. Mungkin yang disebut tak berizin itu papan reklamenya. Kalau keseluruhan konstruksi media luar ruang itu tak berizin, mestinya sudah dibongkar oleh pemkot.

Halo Mas Hasto! Jogja kota bilbor — Blogombal.com

Enam tahun lalu saya pernah menghitung jumlah bilbor di pertigaan, ujung Jalan Colombo yang bertemu Jalan Affandi, di Sleman. Ada lima belas. Memang sih bilbor di situ tak sampai menaungi badan jalan. Lihat gambar di bawah ini.

Halo Mas Hasto! Jogja kota bilbor — Blogombal.com

Keanehan bilbor di Jogja sudah lama saya rasakan. Maka pada 2010 saya memotret dua bilbor yang berhadapan, masing-masing menaungi sepertiga lajur badan jalan. Terpaksa saya memotretnya dengan kamera saku sambil berdiri di atas garis pemisah jalan. Saat itu hasil kamera BlackBerry saya tidak memuaskan.

Halo Mas Hasto! Jogja kota bilbor — Blogombal.com

Kabarnya sih wali kota yang sekarang itu, Hasto Wardoyo, bagus. Tetapi entah bagaimana kelanjutan penanganan sampah di Kota Gudeg. Dia pernah membuktikan kinerjanya saat menjadi bupati Kulonprogo. Semoga ginekolog yang pernah memimpin BKKBN itu membenahi centang perenang bilbor warisan pendahulunya. Tetapi bilbor yang di Sleman itu bukan urusan Hasto.

2 Comments

@sandalian Rabu 21 Mei 2025 ~ 23.59 Reply

Sekitar tahun 2010-an pernah ngobrol dengan seorang bule yang ingin membuat website tentang Jogja, yang ingin dia tampilkan adalah baliho-baliho yang memenuhi setiap perempatan jalan. Termasuk kalau bisa menampilkan suara bising dalam bentuk rekaman audio di titik-titik tersebut.

Saya jadi malu dan tidak menindaklanjutinya lagi.

Pemilik Blog Kamis 22 Mei 2025 ~ 08.46 Reply

Ide bagus, tapi mrnampar pemkot dan pemkab.
Dulu Malioboro juga ramai bilbor dan spanduk, lalu keraton protes.

Krn daerah istimewa, mestinya Sultan merangkap Gubernur langsung panggil wali kota ya. 😂

Tinggalkan Balasan