Jejak snobisme dalam kegemaran pasang stiker

Hmmm.. menempelkan stiker jenama komputer merasa jadi pemuda keren. Mengharukan.

▒ Lama baca < 1 menit

Stiker 1980-an: IBM PS/2 Club di rumah Yogyakarta — Blogombal.com

Stiker tahun 1980-an di jendela kamar saya dan adik saya di Yogyakarta itu sudah memudar dan mengelupas, sulit dibaca. Jenis stikernya, yang berukuran sekitar 15 × 20 cm, adalah yang terbalik. Maksud saya, sisi yang berperekat adalah yang ada tulisannya. Karena dimakan waktu dan cuaca, stiker ini sulit dilepas.

Pada pintu kamar itu dulu juga ada beberapa stiker. Saya ingat ada stiker nyeni, bukan logo universitas, yang punya kembaran pada kaus yang saya beli di koperasi mahasiswa. Lalu ada lagi stiker fakultas adik saya. Stiker selebihnya saya lupa.

Saat itu kami tak peduli bahwa stiker hanya mengotori pintu. Di kamar indekos teman kami, pintu kamar mereka dijejali stiker, hampir menutupi bidang daun pintu.

Lalu stiker pada kaca jendela itu bertuliskan apa? Nah, ini yang saya sebut snob: IBM PS/2 Club, dengan logo lebih kecil Chika Computer.

Dulu rasanya keren memasang stiker macam itu karena umumnya mahasiswa masih mengandalkan mesin tik manual. Komputer, tepatnya personal computer, adalah lambang kemajuan. Baru bisa MS DOS dari Microsoft saja sudah girang, apalagi tak menggunakan IBM PC compatible.

Yah, itu serupa orang memasang stiker Harley-Davidson, atau logo Apple Computer zaman sebelum iPhone, atau di Jogja dulu Hugo’s Cafe. Atau kaca mobil memasang stiker Rockford Fosgate. Seolah si pemasang stiker menunjukkan dirinya sebagai anak zaman dengan sebuah gaya hidup yang berkelas.

Memandang stiker pada jendela itu saya geli. Kenapa dulu bisa begitu? Padahal stiker itu tak menjamin melek komputer, dan lebih penting lagi tak menjanjikan sukses studi. Dari dua penghuni kamar, yang satu jadi pedro (pemuda drop out), yang lainnya menjadi peneliti dan guru besar.

Tinggalkan Balasan