Pagi basah jejak hujan semalam, dari jauh saya lihat seekor kucing sedang minum air kotor dalam ceruk dangkal di jalan rusak. Saya terus berjalan, makin dekat dan dekat, hingga jongkok di depannya.
Si meong sempat berhenti menjilati permukaan air, menatap saya, sehingga lingkaran gelombang tipis di sekitar moncong itu pun memudar, namun kemudian dia kembali mengobati dahaganya. Hal serupa terulang saat kendaraan melintas.
Apakah dia kucing liar? Saya tak tahu. Misalnya dia kucing piaraan pasti tuan atau nyonya rumah menyediakan air minuman.
Saya membatin, kekebalan dirinya pasti lebih bagus dari saya. Tempo hari ketika saya terserang vertigo saat bersepeda, sehingga tiba-tiba sudah terjerembap ke parit kotor berlumpur, percikan airnya yang masuk mulut membuat saya diare selama sepekan.
Saat saya jongkok memotret si meong, mobil dan motor yang melintas menenggang kelakuan saya. Tak ada yang mengklakson. Semua memperlambat kendaraannya. Mereka tahu, saya yang jongkok agak di tengah jalan sedang memotret kucing. Mereka mestinya juga tahu, saya adalah pelintas yang bukan warga kompleks karena tak menyapa saya.
2 Comments
Kasihan gak nemu air bersih, tapi kalau zat beracun biasanya hewan tahu dari penciuman..
Btw, teman eks kantor saya ada yg tinggal di Patria nih, Bang Paman :))
Oh iya ya, naluri dan intuisi mereka bagus, makanya gak punah ya.
BTW dulu sebelum ada Google Maps, sopir Blue Bird hanya tahu Patria dan Kompleks TVRI