Persoalan lanjutan dengan pemulung

Kantong sampah jumbo diambil, isinya mereka tumpahkan. Ngeselin.

▒ Lama baca < 1 menit

Persoalan lanjutan dengan pemulung — Blogombal.com

Dua kali seminggu truk sampah datang ke kompleks saya, Rabu dan Sabtu. Sepanjang bukan sampah basah berbau keras, saya mengeluarkan kantong berisi sampah saat truk tiba. Tadi pagi setelah meletakkan kantong, pas petugas tiba, saya memotretnya.

Kalau saya memasukkan kantong sampah ke bak hari sebelum truk datang, bahkan pagi sebelum petugas tiba, kantong sampah akan disobek pemulung, isinya dia aduk. Akibatnya sampah tumpah ke dasar bak. Kasihan tukang sampah harus mengambili. Padahal sampah layak pulung sudah saya pisahkan, saya taruh di luar bak.

Masalahnya, pemulung yang tidak kebagian barang terpisah akan membuka bak sampah, mengaduk isi kantong. Itu sebabnya, seperti saya sebut tadi, saya mengeluarkan kantong berisi sampah saat truk tiba.

Tetapi belakangan ada masalah baru. Jika sampah terlalu banyak, tak cukup satu kantong ukuran 50 X 75 cm, saya akan menampungnya di kantong besar, 80 X 120 cm atau 60x 100 cm. Isinya bisa kantong yang lebih kecil, namun bisa juga sampah langsung cemplung.

Kalau asisten paruh waktu kami memasukkan kantong besar sebelum truk tiba, pemulung malah mengambil kantong itu, terutama yang ukuran 80 x 120 cm, menjungkirkannya sambil menuangkan isinya ke bak, sekalian mengaduk.

Alhasil si pemulung dapat barang pulungan berikut kantong jumbo. Saya pernah melihat seorang pemulung berjalan di gang lain sambil memanggul kantong hitam besar. Saya cek bak sampah saya, sudah berantakan isinya, kantong sampah raib. Berarti benar laporan asisten kami.

Ujung-ujungnya, petugas truk sampah yang kerepotan, harus mengambili sampah lebih banyak. Pernah saya mendengar Bang Sampah mengeluh kepada temannya, “Sampah rumah ini sekarang berantakan, padahal biasanya dalam kantong, diiket.”

Berurusan dengan pemulung itu tak mudah. Orangnya ada beberapa, masalahnya saya tak tahu siapa saja — tepatnya: orang yang mana saja — yang suka semaunya. Tutup logam bak rusak karena sering dibanting. Suatu kali saya yang di ruang depan mendengar duarrr, segera keluar dan bilang, “Hoiii… jangan dibanting!”

Lalu saya ke balik pintu pagar. Saya lihat dia sudah berlalu, menengok ke arah saya dengan sorot mata tajam.

Dia tahu rumah saya tetapi tidak sebaiknya. Kalau saya sedang tak di rumah, lalu dia sengaja menakuti istri dan anak-anak saya bagaimana? Saya tak berani ambil risiko itu. Rasa terancam itu tak sehat.

Kelak, terhadap pemulung yang mengambil kantong jumbo dan membubarkan sampan, misalnya memergoki, saya harus bijak.

Di satu sisi pemulung adalah bagian dari mekanisme sosial pemeliharaan lingkungan, namun di sisi lain ulahnya mengganggu kenyamanan kita.

Persoalan lanjutan dengan pemulung — Blogombal.com

Tinggalkan Balasan