Warung tenda di pelataran gedung resepsi

Aneh, datang ke kondangan kok mengudap. Bukan cuma buat sopir lho.

▒ Lama baca < 1 menit

Warung tenda untuk sopir di Padepokan Pencak Silat TMII Jaktim — Blogombal.com

Oh, ada warung tenda di pinggir pelataran gedung resepsi di Jaktim! Saya melihatnya saat bergegas menuju parkiran mengambil mobil, sesuai njagong manten tadi malam. Njagong tetapi berdiri, padahal jagong dalam bahasa Jawa berarti duduk.

Warung permanen maupun darurat memang diperlukan di area gedung pertemuan. Untuk siapa? Antara lain sopir yang menunggu juragan. Mereka butuh kopi, teh, dan camilan.

Saya pernah menjadi sopir, yang menunggu hingga tengah malam di sebuah gedung pertemuan di Jaksel karena menjemput putri bungsu saya yang menjadi panitia operet SMA-nya. Tak ada kantin buka kalau malam, akhir pekan pula. Pada hari kerja ada sejumlah kedai makan siang maupun kedai kopi di gedung itu.

Akhirnya saya mencari warung mi instan rebus di kampung belakang gedung untuk rehat dan minum hangat. Sekalian ngobrol dengan tukang ojek.

Warung tenda untuk sopir di Padepokan Pencak Silat TMII Jaktim — Blogombal.com

Pernah juga saya dilayani pengasong di sebuah gazebo gedung pertemuan di Kota Bandung, Jabar. Di gedung itu tetamu menunggu lama setelah mempelai menikah di gereja, jauh di daerah Lembang, karena setelah acara di gereja ada upacara adat di tempat lain.

Saat itu saya memakai setelan jas, demikian pula sejumlah tetamu pria. Maka sambil menunggu, para bapak merokok, minum kopi sasetan dalam gelas plastik yang dituangi air termos, dan makan camilan. Anak-anak juga makan dan minum. Tentu tidak gratis.

Kata salah satu ibu penjual, yang semula mengira saya sesuku, sehingga dia mengajak bicara saya dalam bahasa sukunya, sudah biasa para tamu mengudap, dan mereka para ibu sesuku selalu menggelar dagangan. Bagi saya pengalaman ini menarik. Mau pesta kok njajan.

Sebenarnya pengasong makanan, minuman, dan mainan mendatangi pergelangan itu jamak, ternyata di desa dan kampung, dengan catatan banyak tetamu yang membawa anak. Apalagi jika ada tontonan, misalnya pentas dangdut tanpa hidangan free flow.

Penjual es, kacang, dan bahkan pengasong rokok hadir untuk melayani penonton yang bukan tamu terundang, yang menonton pentas musik pesta pernikahan, apalagi pada malam hari. Dulu saat layar tancap masih populer, area di seputar sahibulbait menjadi pasar malam karena penonton berdatangan padahal tak kenal mempelai. Mereka menonton pertunjukan hiburan dan orang makan.

Pengasong mainan di gedung resepsi Salemba Jakarta — Blogombal.com

Tinggalkan Balasan