Soal rokok adalah soal ketegasan

Percuma ada banyak larangan kalau sanksi tak dijalankan. Dalam urusan hukum, kita memang lembek.

▒ Lama baca 2 menit

Warung rokok ada di mana-mana, anak sekolah suka — Blogombal.com

Masalah rokok tak pernah selesai. Misalnya dari sisi regenerasi pengasap. Masalah utama adalah penegakan hukum. Dalam skala kecil, anak sekolah yang ketahuan merokok dalam lingkungan sekolah tidak dikeluarkan. Misalnya ada perda yang melarang anak sekolah mengasap di luar kompleks sekolah dalam radius seratus meter, apakah satpol PP akan merazia?

PKJS UI: Warung rokok ada di mana-mana, anak sekolah suka — Blogombal.com

Di Bangka Barat, Babel, baru baliho iklan rokok jauh dari sekolah (¬ arsip, 2022). Padahal di banyak daerah, poster iklan rokok ada di warung-warung dekat sekolah. Pemilik warung bisa berkilah, mereka bikin warung untuk warga. Biasanya mereka menjual rokok eceran, atau ketengan, per batang sekitar Rp1.500.

Menurut peneliti Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS UI) Risky Kusuma Hartono, dalam sebuah diskusi di Jakarta pekan lalu, “Rokok itu bisa dibeli secara berutang. Anak-anak diperbolehkan untuk membeli, maka boleh berutang. Ada juga yang beli satu gratis satu, dan sebagainya.” (¬ Kompas.id)

Kompas PKJS UI: Warung rokok ada di mana-mana, anak sekolah suka — Blogombal.com

Padahal pemerintah melarang penjualan rokok secara ketengan atau satuan per batang (¬ PP 28/2024, lihat Hukumonline). Masalahnya, menurut PKJS UI, jumlah warung rokok konvensional di Malang, Bogor, dan Kota Medan,dalam 10 tahun terakhir (2012 hingga 2022) meningkat 70 hingga 90 persen.

Adapun menurut Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023, jumlah perokok aktif di Indonesia 70 juta orang. Perokok terbanyak dari kelompok usia 15—19 tahun (56,5 persen), disusul kelompok usia 10—14 tahun (18,4 persen).

Akan efektifkah untuk mengerem jika sebungkus Rp70.000? Suara — Blogombal.com

Ketua PKJS-UI Aryana Satrya, dalam jumpa pers Desember 2024, mengatakan, “Ada survei tentang dukungan publik menunjukkan bahwa orang akan mau berhenti merokok kalau harganya Rp70 ribu. Jadi kalau Rp70 ribu satu bungkus, dia akan berhenti merokok.” (¬ Suara)

Saya sih skeptis. Rokok ilegal akan semakin meraja, karena harganya lebih murah, tak perlu membayar cukai. Tingwé? Anak sekolah saya andaikan kurang meminati karena ribet dan tidak keren. Mendingan rokok ilegal, syukur kalau bisa mengeteng.

Rokok ndagel cap Tolak Miskin, beneran ada — Blogombal.com

Jadi? Yah, persoalan penegakan hukum, dari rokok eceran sampai rokok ilegal. Tambah satu lagi satu syarat: setiap tempat yang melarang pengasapan bisa tegas. Halte Transjakarta, KRL, LRT, MRT, dan hotel terbukti bisa. Di hotel, melanggar aturan bisa kena denda. Di sejumlah area masjid dan gereja, larangan merokok bisa ditegakkan.

Minimarket Bogor menyembunyikan rokok — Blogombal.com

Tinggalkan Balasan