Tentang penguasa yang ogah bertanggung jawab, aktivis pendamba posisi dan rezeki, dan loyalis yang cari aman.
↻ Lama baca 2 menit ↬

Salah satu renungan Jumat Agung dan Paskah 2024 dalam Kompas.id menarik karena mengajak pembaca becermin dengan situasi dan kondisi Indonesia saat ini. Judulnya “Pengkhianatan, Cuci Tangan, dan Penyangkalan“.

Sang penulis, Sonny Eli Zaluchu, Guru Besar Teologi di STT Baptis Indonesia Semarang, Jateng, menyodorkan tiga sosok seputar penyaliban Yesus, yakni Pontius Pilatus, Yudas Iskariot, dan Simon Petrus.

Pilatus adalah orang Romawi, gubernur wilayah Yudea. Dia tak menemukan kesalahan Yesus yang diseret oleh para imam Yahudi kepadanya. Maka dia pun tak punya alasan untuk menghukumnya.

Namun karena tuntutan massa untuk menyalibkan Yesus sangat kuat, Pilatus pun mencuci tangan —dalam arti harfiah maupun simbolis di depan massa. Dia tak ingin dipersalahkan, jadi kalau kaum imam dan massa akan menyalibkan Yesus silakan saja.

Adapun Yudas mengikuti Yesus karena motif politis, bukan spiritual teologis —dalam tafsir Lloyd dan Weber, di Jesus Christ Superstar, Yudas menyebut para murid itu “too much heaven on their minds“. Dia ingin Sang Guru melawan Romawi sang penjajah, dan dalam gerakan pemberontakan itu dirinya akan mempunyai jabatan penting.

Yudas dicitrakan buram karena mata duitan mungkin karena dia memegang keuangan kelompoknya. Dalam Injil dia dikisahkan menjual Yesus dengan memandu para serdadu untuk menangkap sasaran dengan satu isyarat: orang yang dia cium adalah Yesus. Silakan diringkus malam itu.

Adapun Petrus adalah murid Yesus yang militan, pemberani, sehingga ketika serdadu menangkap Yesus di Taman Getsemani maka Petrus melawan dengan mengayunkan pedang, dan menyabet daun telinga seorang prajurit sehingga terpotong. Yesus kemudian mengembalikan sebelah kuping itu ke tempat semula.

Semua orang yang pernah melihat rombongan Yesus tahu bahwa Petrus selalu menempel Sang Guru. Namun ketika dalam kerumunan massa menonton Yesus diadili, dan berapa orang mengenali Petrus lalu bertanya, tiga kali dia menyangkal terhadap penanya yang berbeda. Intinya, Petrus bilang tak kenal Yesus.

Salah satu jawaban pengelak berbunyi “Eneni mihem.” Artinya, yang saya ketahui tentang dia seperti yang Anda ketahui. Sebuah jawaban yang berjarak dari masalah.

Begitulah, Pilatus ogah bertanggung jawab atas tuntutan hukuman mati oleh massa.

Yudas berpikir pragmatis dengan mengabaikan etika dan moral, yang penting kekecewaan politis terobati dan tujuan beroleh uang tercapai.

Sedangkan Petrus mencari aman, tak mau disangkutpautkan dengan guru yang selalu dia kawal.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *